LOMBOK TIMUR

Advokat Yuza Menduga Tambak Udang PT Shinta Aqua Cultur tidak Mengantongi Izin AMDAL dan IPAL

×

Advokat Yuza Menduga Tambak Udang PT Shinta Aqua Cultur tidak Mengantongi Izin AMDAL dan IPAL

Share this article



LOMBOK TIMUR | FMI.COM – Polemik pembangunan Tambak Udang di kuwangwae Desa Menceh dan Desa Surabaya, Kecamatan Sakra Timur, Kabupaten Lombok Timur terus menjadi perhatian masyarakat dan nelayan setempat.

Tambak udang milik PT Shinta Aqua Culture menjadi perhatian lantaran masyarakat lingkar tambak yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat dan Nelayan Sakra Timur dulu telah melakukan dua kali hearing.

Hal tersebut disampaikan oleh pengacara Aliansi Masyarakat dan Nelayan Sakra Timur, Advokat Yuza melalui keterangan tertulisnya. Sabtu 18 Juni 2022.


Sebelumnya, masyarakat sempat hearing pada tanggal 17 Februari tahun 2021 di Aula Bakesbangpoldagri Lombok Timur.

Hearing pertama tersebut dianggap tidak menuai benang merah antara masyarakat dan nelayan lingkar tambak.

Karena itu, mereka kembali melakukan hearing kedua dengan Ketua DPRD Kabupaten Lombok Timur pada 17 Maret 2021.

“Meskipun dua kali hearing, tuntutan masyarakat dan Nelayan tidak ditindak tegas oleh pemangku kebijakan terkait,” tukasnya


Begitupun dengan pihak DPRD Lombok Timur belum turun ke lokasi untuk menindak lanjuti apa yang menjadi tuntutan masyarakat.


Tambak udang yang dibangun di wilayah Desa Surabaya diduga tanpa mengantongi izin baik IMB maupun izin lainya.


Dugaan itu muncul karena pihak Pemdes Surabaya tidak pernah mengeluarkan rekomendasi izin IMB untuk pembangunan tambak udang.



Dia juga menyampaikan ungkapan Kepala Desa Surabaya Rifai Pajrin, dimana menurutnya pihak Desa tidak pernah mengeluarkan rekomendasi izin untuk tambak udang.

Ia juga mengaku tidak adanya koordinasi dan komunikasi dari pihak tambak udang dengan pemerintah Desa.

“Betul perusahaan pernah datang ke kantor, membawa berkas izin tambak udang, akan tetapi setelah saya cek berkas izin yang dibawa pihak perusahaan itu izin IMB untuk wilayah Desa Menceh bukan Desa Surabaya,” kata Yuza meniru ungkapan Rifai Pajrin Kepala Desa Surabaya.



Lebih lanjut ia menegaskan, tambak udang milik PT Shinta Aqua Culture seharusnya sebelum membangun wajib hukumnya mengantongi izin AMDAL dan IPAL baru pemda boleh menerbitkan IMB.

“Jauh sebelum membangun pihak perusahaan harus melakukan sosialisasi kepada seluruh masyarakat tentang dampak lingkungan setelah berdirinya tambak tersebut,” tukasnya

Pihak perusahaan tidak boleh melangkahi Pemerintah Desa atau menyepelekan dalam pembangunan tersebut, karena rekomendasi dari Desa tempat pembangunan tambak tersebut adalah kunci dari pembangunan perusahaan.

Setelah mendapatkan rekomendasi Desa, baru kemudian menyusul izin yang lain, karena perlu masyarakat di wakili pihak pemerintah desa harus mempertanyakan apa bentuk sumbangsih tambak udang kepada masyarakat lingkar tambak.

“CSR nya seperti apa, dalam bentuk apa, ini semua perlu di sepakati barulah izin rekomendasi dari desa di terbitkan,” ujar Advokat karib disapa Yuza ini.

Kata Yuza, perusahaan membangun tanpa koordinasi dengan Pemerintah Desa setempat, tiba-tiba tambak udang ini di bangun, tanpa memperlihatkan dokumen AMDAL dan IPAL.

Pihak perusahaan hanya memperlihatkan IMB tertanggal 03 Desember 2020 dengan nomor 4872/503/PM.ll.08/12/2020 dan lokasinya hanya 98.400 Meter persegi sesuai keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Lombok Timur, dengan nomor : 2392/503/PM.ll/07/2020.

Fakta di lapangan tambak udang milik PT. Shita Aqua Culture membangun sampai lebih 15 Hektare.

“Kami menduga ada permainan antara Dinas Perizinan Kabupaten Lombok Timur dengan pihak tambak udang terkesan memaksakan menerbitkan izin,” ujarnya



Harusnya sesuai aturan dan prosedur pihak tambak udang sebelum membangun melakukan sosialisasi kepada semua masyarakat tanpa terkecuali, lebih – lebih di samping perusaahan tersebut ada destinasi wisata yaitu menange rambang yang SK nya di keluarkan oleh Dinas Pariwisata pada 27 Desember 2019, bahwa Menange Rambang ditetapkan sebagai salah satu Destinasi Wisata Lombok Timur.

Sampai disini sudah banyak terjadi pelanggaran, dari pengelolaan limbahnya, kemudian batas kawasan masing-masing Desa Menceh dan Desa Surabaya yaitu sungai yang di timbun oleh pihak tambak udang.

Kemudian tumpang tindihnya aturan karena kawasan rambang menange sejatinya adalah kawasan wisata pesisir pantai menurut RTRW Perda Lombok Timur.

Yuza juga mengatakan banyak upaya yang sudah di tempuh oleh masyarakat untuk mendapat keadilan salah satunya melakukan hearing di kantor DPRD Kabupaten Lombok Timur yang di hadiri oleh Ketua DPRD Kabupaten Lombok Timur, Komisi I DPRD, Kepala Dinas DPMPTSP, Kepala Dinas Pariwisata, Kepala Dinas LHK, utusan Dinas PUPR dan utusan dari PT Shinta Aqua Culture.

“Sudah dari awal masyarakat menolak pembangunan tambak udang ini karena yang  paling ditakutkan oleh masyarakat setempat adalah jika PT Shinta Aqua Culture, ini berdiri dan beroperasi seperti tambak udangnya yang lama masyarakat setempat tidak bisa mencari nafkah ke laut karena dampak dari limbah tambak udang tersebut berupa lumpur yang memenuhi pantai, seperti yang ada di Kwangwae,” pungkasnya.

Banyak hal yang menjadi pertimbangan masyarakat dan menolak pembangunan tambak ini karena jika tercemar oleh limbah yang berupa lumpur maka destinasi wisata Menange Rambang sangat di rugikan.

“Kita minta dari perusahaan untuk lebih memperhatikan dari segi limbah, kemudian jangan sampai wisata yang sudah kita rintis dengan susah payah tiba-tiba nanti akan tercemar,” imbuhnya



Menurutnya dengan keberadaan tambak udang ini akan sangat mengganggu ekosistem laut. Sehingga tempat mata pencaharian untuk menafkahi keluarga terganggu, selain berjualan di wisata rambang menange masyarakat juga menyatakan bahwa masyarakat di lingkar tambak ini rata-rata Nelayan dan menggantungkan hidup dari laut.

“Kami merasa sangat dirugikan dengan keberadaan tambak ini, karena limbah rencana akan dibuang lansung kelaut tempat kami mencari nafkah, laut ini ibaratnya sawah bagi kami, sumber penghidupan kami bergantung dari laut, kami mohon untuk pemerintah atau dinas terkait memperhatikan kami sebagai masyarakat,” katanya



Karena itu, kami menduga pihak PT. Shinta Aqua Cultur tidak memiliki dokumen AMDAL. Tambak udangnya tidak memiliki IPAL, hanya semacam kolam penampung limbah biasa. Kemudian limbahnya langsung di alirkan kelaut.

“Ketakutan-ketakutan masyarakat lingkar tambak benar adanya terjadi,” ucapnya

Menanggapi keluhan masayarakat pihak Aliansi Masyarakat dan Nelayan Sakra Timur akan melaporkan pihak terkait, yaitu PT Shinta Aqua Culture ke APH dan memminta Dinas LHK untuk segera turun kelokasi dan menindak tegas Pihak PT. Shita Aqua Cultur sesuai undang-undang no­mor 32/2009 tentang Per­lin­dung­an dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dimana Pasal 98 dinyatakan setiap orang yang melakukan perbuatan dengan sengaja yang mengaki­batkan dilampauinya ambang baku mutu udara, air laut, air su­ngai, air danau, dan ke­rusak­an lingkungan hidup dapat didenda minimal Rp3 miliar dan maksimal Rp10 miliar dan penjara minimal 3 tahun dan maksimal 10 tahun.***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *