MATARAM | FMI – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) bersama beberapa orang perwakilan warga Gili Meno melakukan audiensi maraton ke berbagai lembaga negara di Jakarta. Mereka menuntut keadilan atas pelanggaran hak dasar yang selama ini diabaikan oleh pemerintah.
Warga mengecam keras pembiaran negara terhadap pencemaran dan kerusakan ekosistem laut yang disebabkan oleh aktivitas PT. Tiara Cipta Nirwana (PT. TCN), yang dibiarkan terus beroperasi tanpa sanksi berarti.
Direktur Walhi NTB, Amry Nuryadin mengatakan, pihaknya bersama warga telah melakukan audiensi dengan Direktorat Penegakan Hukum dan Bidang Pengendalian dan Pencemaran Laut pada Kementerian Lingkungan Hidup.
Dalam pertemuan itu, kata Amry, warga menuntut tindakan tegas terhadap PT. TCN karena terbukti mencemari laut. Namun hingga saat ini, pemerintah justru membiarkan perusahaan tersebut terus beroperasi tanpa sanksi yang berarti.
“Dari hasil Investigasi, perusahaan ini terbukti mencemari laut di kawasan Desa Gili Indah, merusak ekosistem dan mengancam mata pencaharian warga. Sehingga warga mendesak Kementerian Lingkungan Hidup untuk segera menghentikan aktivitas PT. TCN dan menyeret perusahaan ini ke ranah hukum,” ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi fokusmediaindonesia.id. Jum’at malam, 21 Februari 2025.
Sementara hasil audiensi dengan Kementerian Lingkungan Hidup Bidang Pengendalian dan Pencemaran Laut pada Jum’at 21 Februari 2025. “Pejabat terkait akan membuat laporan langsung ke Menteri Lingkungan Hidup soal dugaan perusakan lingkungan di Gili Meno. Bahkan berencana akan turun ke lapangan untuk mengecek izin-izin PT. TCN,” ungkapnya
Amry menjelaskan sehari sebelumnya, Rabu 19 Februari 2025, juga melakukan audiensi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Dalam pertemuan itu, belasan warga Gili Meno dan Walhi NTB menuntut agar KKP untuk tidak lagi menerbitkan izin Pemanfaatan Ruang Laut (PRL) bagi PT. TCN.
“Kami meminta salinan dokumen resmi pencabutan izin PRL yang sebelumnya telah dicabut, agar tidak ada celah bagi perusahaan untuk kembali beroperasi secara ilegal,” ujar Amry
Ia menyebut pejabat KKP telah sepakat untuk tidak lagi menerbitkan izin pemanfaatan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) milik PT TCN. Menurut Amri, warga Gili Meno juga menuntut pemenuhan hak atas air bersih.
“Para pejabat (KKP) yang kami temui sepakat kasus ini akan dilaporkan ke menteri,” ujar Amri.
Amri menilai adanya indikasi persekongkolan jahat antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Utara dengan PT TCN dalam pengelolaan air bersih di kawasan Gili Indah. Menurutnya, warga Gili Meno kesulitan mengakses air bersih selama hampir setahun terakhir.
“Padahal 70 persen PAD Kabupaten Lombok Utara itu dari kawasan pariwisata di tiga gili ini (Gili Trawangan, Gili Air, dan Gili Meno),” pungkasnya.
Sementara Kepala Dusun Gili Meno, Masrun dengan lugas mengatakan bahwa krisis air di gili meno terindikasi gratifikasi dalam proses Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) pengelola air bersih di daerahnya, yang dibuktikan dengan adanya pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Jika KPK menyoroti kasus ini, berarti ada potensi atau indikasi gratifikasi dalam lahirnya Kerjasama Pemda dengan Badan Usaha (KPBU),” katanya
Masrun menambahkan bahwa pemasangan pipa bawah air dari Pulau Lombok menuju gili air, meno dan trawangan telah sesuai analisis dampak lingkungan (Amdal) dan izin zonasi telah diatur KKP, namun tidak diteruskan Pemda Lombok Utara.
“Kenapa aliran pipanya hanya sampai gili air?. Padahal program itu seharusnya satu peket sampai gili meno dan trawangan,” imbuhnya
Kemudian di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), warga Gili Meno mengadu bahwa hak atas air telah terabaikan selama 10 bulan terakhir. Negara membiarkan perusahaan merusak lingkungan dan mengkomersialisasi sumber daya air, sementara masyarakat dibiarkan tanpa akses terhadap air bersih.
“Warga mendesak Komnas HAM untuk menekan Pemda Lombok Utara dan pemerintah pusat agar segera memenuhi hak dasar mereka dan memutus kerja sama dengan PT. TCN yang selama ini menjadi biang keladi krisis air,” ujar Amry
Komisioner Komnas HAM, Saurlin P. Siagian yang menerima aduan warga berkomitmen akan menindaklanjuti pemenuhan hak atas tanah dan air di NTB.
“Kami akan mendorong dan memantau proses pemenuhan hak dasar ini. Kami juga akan segera mengkoordinasikannya dengan Kementerian dan Lembaga Negara terkait,” ujarnya.***