LOMBOK TIMUR | FMI – Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Lombok Timur, Yogi Birrul Walid Sugandi, mengaku bingung dengan keputusan Bupati Lombok Timur yang secara tiba-tiba menyatakan pembubaran BPPD melalui media massa tanpa proses evaluasi yang jelas serta tanpa pemberitahuan resmi kepada pihak BPPD.
“Saya tidak tahu apa yang ada di pikiran Bupati membubarkan BPPD. Padahal, seminggu menjelang Lebaran, saya bersama rekan-rekan sudah menghadap beliau dan bertanya langsung bagaimana pandangan beliau terhadap pariwisata dan BPPD,” ujar Yogi baru-baru ini.
Saat itu, lanjutnya, Bupati menyampaikan akan melakukan evaluasi terlebih dahulu terhadap kinerja BPPD dan meminta waktu untuk berpikir.
“Saya jawab, oke, memang harus ada evaluasi agar bisa menyinkronkan visi misi SMART di sektor pariwisata. Kami pun menyampaikan bahwa dari hasil evaluasi itu bisa muncul strategi pemanfaatan SDM pariwisata yang lebih baik.”
Tidak hanya itu, BPPD juga telah bertemu dengan Wakil Bupati untuk menyampaikan bahwa masa kepengurusan BPPD akan berakhir pada akhir Mei 2025, dan tinggal satu bulan tersisa. Mereka pun siap mempresentasikan laporan pertanggungjawaban secara menyeluruh, baik secara administrasi, capaian program, maupun evaluasi kekurangan yang ada.
Namun, Yogi terkejut ketika setelah Lebaran, tepatnya pada hari Kamis usai pelantikan staf khusus Bupati, pernyataan pembubaran BPPD justru muncul di media.
“Ini membingungkan. Kemarin katanya akan evaluasi dulu dan memberi waktu. Kami justru menunggu permintaan evaluasi dan laporan pertanggungjawaban agar bisa soft landing dan mengembalikan semua inventaris serta program BPPD ke daerah,” ujarnya
Menurut Yogi, hingga saat ini belum ada surat resmi dari pemerintah daerah yang menyatakan pembubaran BPPD berikut alasan yuridis dan administratifnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Kepariwisataan. Karena itu, ia menganggap pernyataan Bupati tersebut masih berupa ekspresi, bukan keputusan formal.
“Namun dari pernyataan itu, kami bisa membaca bahwa secara psikologis, Bupati memang tidak lagi berpihak pada keberadaan BPPD Lombok Timur,” ujarnya.
Meski begitu, Yogi menyebut pihaknya tetap mendapatkan banyak dukungan dari pelaku usaha pariwisata dan desa wisata di Lombok Timur yang menyayangkan keputusan pembubaran tersebut.
“Kami seminggu ini berdiskusi intens dengan teman-teman praktisi pariwisata dari Tetebatu, Kembang Kuning, Ekas, Bale Manggrove, Sembalun, Pringgasela, Pringgabaya hingga Sambelia. Hampir semua menyampaikan bahwa BPPD sebaiknya tidak dibubarkan, tetapi perannya yang diformulasikan ulang,” tambahnya.
Yogi menegaskan bahwa BPPD adalah lembaga non-struktural yang bekerja bukan semata karena gaji, tetapi karena passion di bidang pariwisata. “Mereka telah menyicil perbaikan pariwisata Lombok Timur dan menjadi platform kolaborasi antar-stakeholder,” kata Yogi
Lebih lanjut Yogi mengatakan, meski anggaran tahun 2024 sebesar Rp500 juta tidak dicairkan oleh Bupati, BPPD tetap aktif bekerja. Saat ini, mereka tengah menangani konflik surfing di Teluk Ekas, wilayah yang menyumbang PAD terbesar dari sektor hotel dan resort. Konflik tersebut telah berlangsung selama tiga tahun dan belum terselesaikan.
“Prinsipnya, kami berharap ada ruang dialog bersama semua pihak untuk merumuskan strategi pariwisata Lombok Timur ke depan, agar tumbuh komitmen kuat dari eksekutif maupun legislatif dalam mendukung sektor ini,” pungkasnya.***