Lombok Timur, FMI – Tidak henti-hentinya, polemik antara pihak Tambak Udang PT. Sinta Aqua Kultur dengan Aliansi Masyarakat dan Nelayan Sakra Timur (AMN Sakti) terus bergulir sampai saat ini.
Pasalnya, polemik tersebut memuncak saat salah satu anggota Aliansi yang di sebut-sebut menerima uang hingga memeras pihak tambak udang sejumlah Rp 200 juta.
Tidak hanya itu, di lingkungan masyarakat telah beredar rekaman obrolan antara sarjan di temani oleh suryadi (Pihak Aliansi) dengan Basuki dan Yar (pihak PT) yang turut dihadiri oleh Kepala Desa Menceh, Babinsa Yusuf, Polmas Hendro.
“Dalam rekaman tersebut, jelas apa yang di bahas dan tidak ada unsur pemerasan, karna di hadiri oleh banyak orang lebih lebih ada kades, Babinsa dan Polmas,” ungkap Sarjan Ketua AMN Sakti, Selasa (30/3/21)
Yang sangat di sayangkan, kata Sarjan, Bapak Basuki selaku pihak tambak udang diduga melakukan perekaman tanpa izin dan di sebar luaskan.
Buntut dari polemik tersebut, atas tindakan perekaman tanpa izin yang di sebarluaskan itu, pihak Aliansi akan melaporkan terduga pelaku.
“Saya sarjan selaku yang ada dalam rekaman tersebut menyatakan akan melaporkan saudara Basuki selaku perwakilan dari PT Shinta Aqua Kultur terkait rekaman tersebut, saya tidak tau adanya bentuk rekaman, secara tiba tiba rekemanan itu telah menyebar ke banyak orang termasuk masyarakat,” imbuhnya
Sarjan mengungkapkan, kronologinya memang benar sebelum ada rekaman tersebut kami melakukan janji temu guna bahas to the point dalam kasus aksi tersebut, dan saya juga menyampaikam terkait kompensasi ke masyarakat lingkar tambak, khususnya Desa Surabaya, dan saya sampaikan juga di banyak orang dan tidak ada indikasi pemerasan, saya sangat menyayangkan dia menuduh saya memerasnya.
“Saya sangat keberatan, karna saya di rekam tanpa izin terlebih dahulu kemudian rekaman tersebut di sebarluaskan sampai menimbulkan asumsi bahwa benar saya menerima sejumlah uang dari pihak tambak dan banyak juga rumor bahwa saya telah melakukan pemerasan,” tegasnya
Atas keberatan itu, Sarjan menyerahkan kuasa kepada pengacara Aliansi Masyarakat dan Nelayan Sakra Timur yaitu Advokat Yuza untuk melaporkan hal tersebut ke Aparat Penegak Hukum (APH).
Di tempat lain, Advokat Yuza saat di konfirmasi terkait permasalahan tersebut, membenarkan bahwa sarjan telah menyerahkan kuasa kepadanya, dengan nomor surat kuasa 023/PID/ADV.YM/III/2021 untuk segera membuat laporan ke APH.
Yuza menjelaskan bahwa yang di lakukan oleh oknum tersebut adalah tindakan yang di larang dan dapat di pidanakan sesuai bunyi pasal 31 ayat (1) UU-ITE
“Penyadapan atau perekaman di dalam UU-ITE secara jelas disebutkan dalam pasal 31 ayat (1) UU-ITE,” kata Yuza
Lebih lanjut, ia menjelaskan, yang dimaksud dengan “intersepsi atau penyadapan” adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.
Berdasarkan penjelasan pasal 31 UU-ITE, terlihat bahwa segala macam bentuk pemantauan (surveillance), gangguan (intrusi), pendokumentasian (merekam) yang dilakukan “tanpa ijin” merupakan tindakan yang dilarang.
“Kondisi ini menunjukkan bahwa bukan berarti pemilik perangkat elektronik memiliki hak untuk penyadap/merekam orang lain tanpa ijin dengan alasan perangkat elektronik yang dimilikinya maka hak untuk melakukan perekaman berada padanya. Dalam konteks perekaman/penyadapan objek yang direkam/disadap adalah orang lain, sehingga di dalamnya ada hak hukum orang lain pula,” ungkapnya
Terkait sanksi atas tindakan penyadapan diatur di dalam pasal 47 UU-ITE bahwa, Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (Delapan Ratus Juta Rupiah)
Redaksi-FMI