Lombok Timur, FMI – Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Yuli Handayani akhirnya tiba di Bumi Patuh Karya, meskipun dalam keadaan sakit akibat penyiksaan yang dialami di negara tempat bekerja.
Tim Satgas perlindungan Pegawai Migran Indonesia (PMI) Kabupaten Lombok Timur bersama Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Lotim selama 9 bulan telah berusaha dengan berbagai cara untuk bisa memulangkan Yuli Handayani.
“Ini kita jadikan pembelajaran agar kasus semacam ini tidak terulang kembali dikemudian hari, kasus TPPO hari ini sangat masif. Para korban dijual dengan modus utama di janjikan pekerjaan dengan gaji yang besar serta di tempatkan di tempat yang bagus dan masih banyak lagi modus-modus yang lain,” ujar Yuza saat melakukan pendampingan kepulangan Yuli Handayani.
Pengacara Muda ini menyebutkan, penyebab utama dari adanya perdagangan orang adalah tingkat pendidikan yang rendah, di Lombok Timur pendidikan yang cenderung rendah membuat anak susah untuk mengatakan “tidak”.
Lanjutnya, orang tua yang berpendidikan rendah, ditambah dengan desakan ekonomi membuat mereka bersedia melakukan apa saja untuk meningkatkan taraf hidupnya. Termasuk kata Yuza, “menjual” anak mereka sendiri atau merelakan anak mereka untuk menjadi PMI.
Kata Yuza, PMI yang berstatus legal ataupun ilegal berhak mendapat perlakuan yang sama. Termasuk hak perlindungan saat tersangkut kasus hukum.
“Legal atau ilegal warga negara punya hak untuk mendapatkan perlindungan dan bantuan hukum sesuai dengan Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri,” ungkapnya
UU itu menyebutkan, Pemerintah Republik Indonesia melindungi kepentingan warga negara atau badan hukum Indonesia yang menghadapi permasalahan hukum dengan perwakilan negara asing di indonesia
Sementara itu, dalam UU Nomor 6 Tahun 2012 tentang Konvensi Internasional Mengenai Perlindungan Hak-hak Seluruh Pekerja Imigran dan Anggota Keluarganya, disebutkan pula buruh migran mendapat perlindungan tanpa ada diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, bahkan status dokumen.
“Jangan membuat framing bahwa yang tak punya dokumen itu dicap ilegal dan sebagainya. Negara punya peran di sana dan wajib melindungi warga negaranya,” kata Yuza
Lebih lanjut ia menilai, perlindungan warga negara perlu didukung dengan pendekatan antar kedua negara. Sebab, hubungan diplomasi antar negara yang terlihat publik, belum tentu berdampak positif terhadap perlakuan yang didapatkan oleh PMI.
Pemerintah tidak perlu malu mengundang oraganisasi-organisasi yang memang khusus peduli dengan PMI, untuk mendiskusikan pendekatan biar lebih komprehensif dalam mencari gagasan.
“Nantinya gagasan itu dikontribusikan dalam bentuk pendekatan, kira-kira apa yang bisa dilakukan untuk melindungi buruh migran yang tersangkut hukum,” tandasnya
Ia menegaskan, untuk mencengah masalah perdagangan manusia, perlu diadakan penyuluhan dan sosialisasi masalah kepada masyarakat. Dengan sosialisasi secara terus-menerus, maka masyarakat akan mengetahui bahayanya masalah ini.
“Sosialisasi ini bisa di lakukan mulai dari kawil dan pemerintah desa masing – masing,” ujarnya
Kemudian, lanjut Yuza, Pemerintah daerah harus segera merevisi PERDA tentang perlindungan PMI agar bisa di maksimalakan, jika tidak sistemnya di rubah maka setiap hari akan ada kasus-kasus seperti kasus Yuli Handayani ini. (FMI-001)