Mataram, FMI.com. Setelah cukup lama di tahan, tersangka kasus tindak pidana pengguguran janin (aborsi, red) akhirnya melangsungkan pernikahan di Mushola Mapolresta Mataram, Kamis (24/12/2020).
Di ketahui pernikahan sepasang kekasih berinisial AP (21 tahun) dan HS (19 tahun), turut di saksikan keluarga kedua belah pihak serta petugas dari Kantor Urusan Agama (KUA) Ampenan.
Kasat Reskrim Polresta Mataram, AKP Kadek Adi Budi Astawa mengatakan, pernikahan tersebut untuk mengakomodir permintaan masing-masing keluarga, dan kami memfasilitasi tempat di laksanakannya pernikahan tersebut.
“Kami mengakomodir permintaan keluarga untuk menikahkan keduanya, dan Kasus ini tetap berlanjut,’’ Pungkasnya
Diketahui dua sejoli ini sebelumnya sepakat melakukan aborsi, karena merasa tidak siap dengan hadirnya buah cinta mereka ke dunia. Khawatir menjadi aib keluarga, keduanya nekat dan sepakat melakukan aborsi.
Informasi aborsi ini, kata AKP Kadek Adi, diterima Kepolisian hari Jumat (04/12/2020) dari petugas IGD RSUD Kota Mataram. Bahwa ada pasien pendarahan dirumah sakit, tapi HS saat itu tidak menyebut sudah menkonsumsi obat Aborsi sebelum pendarahan. Beberapa saat kemudian janin keluar dari rahim AP. Petugas medis mencoba memberikan pertolongan, tapi janin yang diperkirakan berusia enam bulan itu meninggal dunia.
Empat tahun menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih dengan pergaulan yang cukup bebas, AP tidak menyangka dirinya sudah hamil enam bulan. Belum siap menerima buah cintanya hadir ke dunia. Keduanya sepakat untuk menggugurkan kandungan dengan membeli obat melalui Situs Online.
“Obat tersebut di beli lewat online dengan harga Rp. 1 juta per Tabletnya, yang dikasi tahu oleh temannya dari Sumbawa. Jenis obat ini masih kita dalami,” Terangnya
Lebih lanjut ia menegaskan, motif pasangan kekasih ini melakukan aborsi adalah panik dan takut diketahui oleh orang tua masing-masing karena hamil di luar nikah.
Akibat perbuatannya, kedua sejoli itu terancam dijerat Pasal 77 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara. (FMI)