Lombok Timur, FMI – Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis solar dan premium seringkali mengalami kelangkaan di Pulau Lombok. Jika sebelumnya banyak terjadi di Kabupaten Lombok Barat dan Kota Mataram, kelangkaan belakangan ini mulai terlihat di Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Timur.
Kelangkaan solar dan premium ini bahkan sekarang sudah mulai terjadi secara merata di seluruh pulau Lombok, sejak beberapa bulan ini membuat banyak masyarakat bereaksi. Salah satunya adalah dari analis Kebijakan Lombok Research Center (LRC) Dr. Maharani.
Dikatakan Dr. Maharani, pemerintah daerah dan PT Pertamina seolah-olah tutup mata terkait dengan kondisi kelangkaan BBM Bersubsidi ini.
“Kelangkaan ini sudah terjadi berbulan-bulan dan menyeluruh di pulau Lombok. seolah-oleh pemerintah daerah dan PT pertamina tutup mata dengan kelangkaan BBM Bersubsidi ini. Jika tidak ada strategi serius dari PT Pertamina, sebaiknya pimpinan PT Pertamina wilayah NTB ini segera mundur saja,” ungkap Maharani.
Menurutnya, yang terkena dampak langsung oleh kelangkaan ini pasti masyarakat menengah ke bawah. Kita sudah dihadapkan oleh Pandemi Covid-19, lagi ditambah dengan kelangkaan BBM Bersubsidi. Seperti ibarat sudah jatuh tertimpa tangga lagi.
Sebagai contoh, kata dia, pemilik angkutan dum truk dan angkutan umum mini bus jurusan lotim ke mataram. Setiap hari melakukan antrian sampai lebih dari 2 jam baru mendapatkan giliran pengisian. Itu pun jika mendapatkan nasib baik, jika tidak, pasti bakalan lama mengantri, bahkan pada saat giliran stok solar atau premiumnya habis.
“Ini harus menjadi atensi bersama dan harus ditanggapi serius oleh PT Pertamina dan Pemerintah daerah. Persoalan ini sudah lama, jangan dibiarkan terus,” ujar Maharani.
Jika melihat berbagai kebijakan yang akan dan sudah dijalankan oleh pemerintah beberapa tahun terakhir, dapat terlihat jelas banyak kebijakan yang kandas pada tahapan wacana dan perencanaan.
“Beberapa kebijakan yang diimplementasikan juga tidak memberikan hasil yang diharapkan (realisasi yang melebihi kuota target) dan bahkan ada kebijakan yang tidak jelas keberlanjutannya,” imbuhnya
Menurut Analis kebijakan LRC ini, ada beberapa indikasi penyebab kelangkaan di BBM Bersubsidi ini. pertama yaitu pola distribusi yang masih kurang bagus, kedua adanya indikasi permainan antara oknum dengan menyalurkan BBM Bersubsidi untuk keperluan non subsidi, mengingat di Lombok sebagai kawasan pembangunan prioritas sehingga banyak sekali proyek-proyek yang membutuhkan BBM. Ketiga adanya aknum Pom bensin yang bermain untuk menjual BBM Bersubsidi ke pengguna skla industry.
Kebijakan terbaru yang dijalankan oleh pemerintah adalah melalui larangan penjualan BBM bersubsidi di wilayah-wilayah tertentu, seperti larangan penjualan solar bersubsidi, pembatasan waktu penjualan solar bersubsidi di daerah industry seperti di wilayah pringgabaya, serta larangan penjualan solar bersubsidi bagi nelayan besar dengan kapasitas kapal di atas 30 gross ron (GT).
“Untuk jangka pendek, kebijakan ini mungkin akan memberikan hasil yang cukup baik jika diimbangi dengan pengawasan, baik pengawasan implementasi kebijakan maupun pengawasan penyelewengan akibat disparitas harga yang masih relatif tinggi,” tandasnya
Sedangkan untuk jangka panjang, pembatasan dan pengendalian seperti hal diatas sudah dapat dipastikan sulit untuk memberikan hasil yang memuaskan mengingat semakin tergantungnya Indonesia dengan komoditas BBM impor dan harga BBM di pasar internasional, disparitas harga, pertumbuhan penduduk dan kenderaan bermotor sebagai kendala pengendalian serta perubahan nilai tukar rupiah dimasa yang akan datang.
Oleh karena itu, pemerintah sudah harus memulai merancang dan mengimplementasikan kebijakan yang berorientasi jangka panjang untuk menyelesaikan permasalahan subsidi BBM itu sendiri dan permasalahan ketahanan energi nasional.
“Yang penting saat ini harus ada langkah strategis dan cepat yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah dan PT Pertamina dalam rangka menjaga keberadaan BBM bersubsidi ini, agar masyarakat miskin benar-benar menerima haknya,” katanya (*)