Fokus Opini

Binatang Berpikir : Pukulan Maut Dari Tangan keparat

×

Binatang Berpikir : Pukulan Maut Dari Tangan keparat

Share this article

Polemik 2 tahun kepemimpinan presiden Joko Widodo bersama Ma’ruf Amin menuai banyak respon dari berbagai elemen mahasiswa, khususnya dari organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Mataram. Respon HMI terhadap kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf dibalas tindakan represif aparat kepolisian. Atas dasar itu, penegakan hukum dinilai cacat apalagi instansi kepolisian adalah hukum yang hidup.

Daulat hukum

Indonesia adalah negara hukum. Hal ini tercermin dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Sebagai Negara hukum maka seluruh aspek dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum. 

Hukum menjadi sesuatu yang tabu apabila tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Hukum serupa obat terahir bagi yang merasakan segala bentuk penderitaan. Undang-undang Dasar 1945 memberikan jaminan terhadap setiap warga negara untuk hidup dan berkehidupan, berserikat dan berkumpul, berpendapat secara lisan maupun tulisan. Kesemuanya di atur di negara demokrasi ini. Hukum sebagai jembatan bagi masyarakat untuk mencapai keadilan.

Menurut Aristoteles, negara haruslah berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya kebahagiaan hidup untuk warga negaranya, dan sebagai dasar dari pada keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warga negara yang baik. Dalam negara, yang memerintah bukanlah manusia sebenarnya, melainkan pikiran yang adil, sedangkan penguasa sebenarnya hanya pemegang hukum dan keseimbangan saja.

sebagai alat pelaksana ketertibaan dan keamaan bahkan menjamin kelangsungan kehidupan warga negaranya, sebagai hukum yang hidup, kepolisian menjadi salah satu pilar penegakan hukum yang berkeadilan.

Represifat Aparat kepolisian

UU No 02 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia pasal 13 tugas dan wewenang dari pada kepolisian iyalah “Memberikan Perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat” sebagai hukum yang hidup legitimasi pasal 13 ini adalah sikap mengayomi dan memberikan perlindungan hukum terhadap warga negaranya dalam hal masyarakat itu sendiri. Justru kewenangan yang di legitimasi oleh Undang-undang malah berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan oleh kepolisian.

Di berbagai Demonstrasi mahasiswa kerap kali di perhadapkan dengan sikap arogansi kekuasaan, mengintimidasi bahkan tidak segan segan melakukan pemukulan secara membabi buta.
Kepolisian sejatinya hukum yang hidup bahkan salah satu bagian dari pilar penegakan hukum harua memberikan rasa aman dan nyaman terhadap masyatakat ataupun mahasiswa. Bukan menyebarkan ketakutan apalagi sampai merenggut hak asasi manusia.

Kamis 21 Oktober tepatnya di gedung DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat. Represif dilakukan kembali oleh oknum aparat kepolisian kita hari ini. Tindakan pemukulan oleh oknum kepolisian terhadap masa aksi mengakibatkan kepala bocor dan sebagainya luka ringan. Ini adalah bentuk matinya nurani sang pengayom. Justru yang di tanpakan iyalah wajah kemunafikan dengan naluri “kebinatangan”.

Negara Demokrasi adalah negara yang menjamin ketersediaan kebutuhan hidup masyarakat. Demokrasi yang sejatinya dari rakyat untuk rakyat dan oleh rakyat ternyata hanya menjadi hiasan kata kata yang agung. Pemerintah dengan segala antek antek oligarki sengaja hadir untuk memberikan arogansi dan intimidasi terhadap rakyat.

Keberadaan mahasiswa menjadi jembatan bagi seluruh pengharapan rakyat, sebagai lokomotif gerakan pengontrol kebijakan mahasiswa menjadi teman yang pertama dalam mengawal setiap agenda pemerintahan. Melalui tindakan represifitas oknum aparat kepolisian terhadap mahasiswa, pemuda menjadi satu catatan besar. Bahwa keberadaan instansi kepolisian bukan lagi sebagai pengayom dan pelindung rakyat.

Tindakan berbagai tindakan yang dilakukan oleh instansi kepolisian semestinya menjadi catatan besar bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja kepolisian selama ini.
Hak asasi manusia bukan sesuatu hal yang menjadi senda gurau bagi mereka, hak asasi manusia adalah kristalisasi sistim nilai di dalamnya.

Dewasa Kini, pemerintah harus bertindak tegas dalam setiap persoalan terjadi, dan untuk menjawab segala bentuk problem tersebut hanya dibutuhkan satu keberanian dari pemerintah. Yaitu melakukan pemecatan terhadap kapolda NTB jika tak mampu menyelesaikan persoalan ini.

Proses penegakan hukum terhadap tindakan pemukulan harus mempertimbangkan asas kepastian dan keadilan hukum secara konsisten. Harus dibentuk suatu kesadaran hukum sehingga terbentuk partisipasi aktif penegakan hukum untuk menjaga ketertiban, kenyamanan dan perlindungan sebagai sebuah legacy terhadap generasi mendatang, sehingga hukum yang hidup menjadi laboratorium keamanan dan perlindungan.

Penulis : David Putra Peratama (Pengurus HMI Cabang Mataram)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *