Oleh : Afiqotul ahlam
Artikel, FMI.com. Aspek kehidupan masyarakat Indonesia mengalami perubahan yang sangat besar di tengah pandemi covid-19 ini. Bidang ekonomi mengalami penurunan berturut-turut sehingga Indonesia sekarang ini dikatakan telah mengalami resesi, dibidang pendidikan mengalami perubahan secara besar-besaran yang dimulai dari mengalihkan kegiatan belajar mengajar menggunakan media daring, dibidang agama mengalami pembatasan ibadah di tempat ibadah umum, dan yang terbesar adalah dibidang budaya yang mendapatkan masalah-masalah baru dan dituntut untuk menemukan solusi terbaik.
Seperti yang kita ketahui perkembangan virus korona di Indonesia mengalami kenaikan yang sangat pesat. Dimana virus korona sebenarnya telah masuk ke Indonesia sejak awal bulan Maret, hingga kasus demi kasus mulai bermunculan. Dilansir dari laman kementrian kesehatan pada 06 November 2020 telah tercatat sebanyak 429.574 lebih masyarakat Indonesia yang telah dinyatakan positif terinfeksi oleh virus korona dan 14.442 nyawa telah dinyatakan meninggal dunia akibat virus ini, meski begitu jumlah pasien yang sembuh juga mengalami peningkatan menjadi 360.705.
Dari data diatas banyaknya masyarakat Indonesia yang terjangkit virus ini bukan tanpa sebab, karena virus korona sendiri sangat mudah menular dari orang yang telah terinfeksi. WHO menyatakan bahwa korona mampu menular dari bersin, batuk, maupun kontak fisik dengan penderita. Hal ini menjadikan pemerintah Indonesia menerapkan social distancing atau menjaga jarak untuk mengontrol laju peningkatan pasien yang terjangkit virus ini.
Dengan diterapkanya sosial distancing di Indonesia, ada beberapa budaya yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia menjadi hal yang dihindari bahkan menjadi sebuah larangan. Budaya yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia ini adalah salaman atau yang disebut jabat tangan. Hampir disetiap lini kehidupan masyarakat Indonesia melibatkan jabat tangan seperti ketika akan berangkat sekolah, bertemu teman, bertemu guru, bertemu klien, bahkan setelah melakukan ibadah shalat jamaah di masjid.
Jabat tangan sering diartikan sebagai cara penyambutan atau sekedar sapaan. Dimana dua orang akan saling memegang tangan dan kadang diiringi dengan ayunan ke atas dan ke bawah. Dengan kata lain jabat tangan merupakan salah satu kegiatan kontak fisik, ditambah lagi tangan merupakan ladang bakteri dari manusia. Artinya jabat tangan ini bertentangan dengan sosial distancing yang merupakan ketetapan pemerintah.
Akibatnya jabat tangan dihindari dan tidak disarankan untuk dilakukan dimasa pandemi karena menjadi salah satu sumber penyebaran virus Covid-19. Orang bisa tertular virus ini dengan kontak atau bersentuhan dengan benda yang sudah terkontaminasi cairan orang yang terjangkit virus korona baik dari bersin maupun batuknya. Artinya ketika seorang telah terjangkit virus korona dan menggunakan tangannya untuk menutup mulut ketika batuk atau bersin maka virus ini akan berpindah ketangannya, dan jika kemudian dia menggunakannya untuk jabat tangan dengan orang lain tanpa mencucinya dengan sabun, maka virus di tangannya akan berpindah ke tangan orang yang berjabat tangan dengannya. Dan pada akhirnya orang yang berjabat tangan ini pun ikut tertular dan menularkan.
Karena telah menjadi budaya masyarakat di Indonesia, jabat tangan ini memang sulit ditinggalkan dan akan menimbulkan rasa canggung bagi kedua belah pihak jika ditinggalkan. Meskipun jabat tangan disarankan untuk dihindari dimasa pandemi ini, bukan berarti kita diam dan tidak mencari alternatif lain. Ada beberapa alternatif lain yang bisa kita lakukan seperti mengatupkan kedua tangan kita didepan dada atau hanya sekedar membungkukan badan jika ingin terlihat sopan dan formal dan melambaikan tangan jika ingin terlihat santai saat bertemu dengan teman. (FMI)