Kegiatan

Deni Rahman : Pokir Dewan Keluar Jalur Sistem Pemerintahan RI

×

Deni Rahman : Pokir Dewan Keluar Jalur Sistem Pemerintahan RI

Share this article

Lombok Timur, FMI – Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945, negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Kemudian dalam Pasal 4 Ayat 1 UUD 1945, yang mengungkapkan bahwa sistem pemerintahan di Indonesia memang dipimpin oleh seorang Presiden.

Mengacu pada kedua pasal UUD 1945 tersebut, jelas bahwa negara Republik Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial, terlebih lagi adanya pemisahan kewenangan lembaga negara antara DPR sebagai legislator kemudian Lembaga Pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden atau biasa disebut Eksekutif lebih mempertegas praktik bernegara Indonesia dengan sistem pemerintahan presidensial.

Munculnya dana Pokok Pikiran atau biasa kita sebut Pokir, kalau dalam bahasa normatifnya dana Pembangunan Daerah pemilihan, ini sebenarnya lazim dipraktikkan dalam sistem negara yang memiliki sistem parlementer, dimana parlemen atau kalau kita disini DPRlah yang mengendalikan pemerintahan.

“Jadi, di negara dengan sistem parlementer partai yang menguasai DPR dialah yang berkuasa atau partai dominan dalam gabungan partai dalam sistem parlementer tersebut,” terang Deni Rahman melalui release yang disampaikan kepada Redaksi-FMI, Senin (22/3/21).

Soal dana Pembangunan daerah pemilihan atau Pokir ini tidak ada secara jelas mengatur besaran jumlahnya. Sehingga, kemudian dalam praktiknya sering kali kami mendengar pokir istilahnya di diperjual-belikan oleh sebagian oknum anggota DPR. Karena, biasanya dianggarkan dalam bentuk non tender atau penunjukan langsung. Sehingga, sudah menjadi pakem dalam praktik pemerintahan ada toleransi bersama antara legislatif dan eksekutif soal pengerjaan dana Pokir ini, sehingga pintu masuk dugaan jual beli pokir dari sini.

Tak heran karena norma yang mengatur besaran jumlah pokir tidak diatur jelas dan pasti praktiknya ada pola toleransi dalam penganggaran pokir antara eksekutif dengan legislatif. Pada tahun 2016 presiden pernah menolak penganggaran dana pokir anggota DPR RI, mungkin karena dianggap terlalu besar dan menganggu perencanaan anggaran pemerintah pada waktu itu.

Ada pendapat pokir dewan perlu diperbesar, sepertinya tidaklah pas, baik dari sisi sistem pemerintahan kita maupun praktik jual beli pokir yang sistemnya terlalu terbuka lebar selama ini terjadi. Jadi, kami mengamati juga ada anggota DPRD Provinsi NTB yang berkeinginan untuk menghapus Pokir, karena statement tersebut masih dalam koridor konstitusi. Jadi setidaknya cukuplah DPR ini mendapatkan hak anggaran berupa gaji, tunjangan-tunjangan dan hak-hak anggaran yang lainnya yang memang harus didapatkan dan diatur secara jelas.


Redaksi-FMI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *