Penulisan: Aldi Setiawan
Pengurus HMI Cabang Mataram
KEPEMIMPINAN Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Taufiek Hidayat, S. Sos., M.T dinilai buta dalam melihat potensi pertanian masyarakat yang sangat luar biasa besarnya. Karena tidak mampu untuk mengelola hasil pertanianya sehingga masuk dalam golongan Provinsi yang miskin dan tidak mampu bersaing dalam pertumbuhan ekonomi.
Padahal ada banyak potensi pertanian masyarakat NTB yang layak menjadi pertanian unggul dan maju di Indonesia, bahkan skala dunia. Karena NTB mempunyai berbagai macam jenis komoditas pertanian yang di tunggu-tunggu tengkulak perdagangan di berbagai macam pulau, seperti di Jawa daerah-daerah lain di Indonesia. Hal itu dikarenakan hasil pertanian Masyarakat sangat berkualitas bagus serta harganya jauh lebih tinggi di bandingkan dengan harga jual di daerah NTB sendiri.
Kenapa masyarakat NTB tidak ingin proses jual beli hasil tani di daerahnya sendiri?. Karena Kepala Dinas pertanian dan perkebunan Provinsi NTB tidak mampu mengatur bagaimana alur dan sistem perdagangan benar di dalamnya, untuk menetapkan harga panen yang setara dengan propinsi-provinsi lain, sehingga para pedagang di NTB seenaknya memainkan harga pasaran atau harga panen untuk masyarakat, sehingga stagnan bahkan anjlok. Dan pada akhirnya masyarakat mau tidak mau harus menjual hasil taninya di luar provinsi NTB demi untuk mendapatkan penghasilan yang berkali lipat di bandingkan jual di Daerahnya sendiri.
Alasannya kenapa masyarakat NTB harus menjual hasil taninya di luar daerahnya sendiri? Dikarenakan pemerintah tidak mampu mengatur standar harga panen di daerahnya, sehingga masyarakat demi meraih untung yang besar harus menjual di luar dari daerahnya apalagi setiap kali mulai penanaman, petani kewalahan menghadapi mahalnya harga perawatan seperti obat obatan.
Berdasarkan berita uraian dari suarantb.com, tentang UNKepmentan Nomor 734 Tahun 2022, total alokasi pupuk subsidi tahun depan ditetapkan sebanyak 9.013.706 ton yang terdiri dari pupuk urea sebanyak 5.570.330 ton, nitrogen, posfor, dan kalium (NPK) 3.232.373 ton, serta NPK formula khusus 211.003 ton.
Dari sisi harga, ditetapkan HET masing-masing senilai Rp 2.250 per kg untuk pupuk urea, Rp 2.300 per kg untuk pupuk NPK, serta Rp 3.300 untuk pupuk NPK untuk kakao atau yang juga disebut dengan istilah NPK formula khusus. di tambah beban kebutuhan keluarga perharinya dan kebutuhan biaya pendidikan anaknya sangatlah mahal.
Sehingga mengharuskan masyarakat NTB mau tidak mau harus menjual hasil taninya diluar dari daerah sehingga mendapatkan hasil yang tinggi demi untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan menutupi hutang keluarga selama mulai nanam sampai panenya.
Menurut saya demi kemakmuran masyarakat provinsi NTB, alat sistem pemasaran dan harga perawatan pertanian harus segera di atasi segera dan memperbaiki secepatnya harga pasaran yang tidak menguntungkan bagi petani, dan terus terang masyarakat NTB hanya bergantung pada hasil taninya untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan untuk membiayai pendidikan anak anaknya, karena memang mendidikan mulai paud sampai perguruan tinggi kebanyakan tempat pendidikan pemungutan biaya.
Dan sampai hari ini masih minim lapangan pekerjaan yang ada di provinsi NTB dengan berjumlah jutaan masyarakat sebagian besar Itu bergantung pada pendapatan hasil taninya. Karena kebanyakan sekolah di Indonesia itu swasta (milik pribadi), oleh karenanya tugas pemerintah provinsi NTB lebih khusus kepala dinas pertanian dan perkebunan kalau tidak mampu membuka lapangan pekerjaan oleh pemerintah daerah setidaknya kepala dinas pertanian dan perkebunan harus mempunyai inisiatif perbaiki sistem hasil tani di NTB Secara merata, agar supaya pendidikan itu bukan hanya di rasakan oleh anak orang kaya melainkan untuk semua generasi secara merata lebih khusus anak petani.***