Mataram, FMI – Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kota Mataram gelar aksi demonstrasi menolak kedatangan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Mataram, Senin (28/6/21)
Masa aksi yang tergabung dalam IMM Kota Mataram tersebut, memulai demonstrasi dari bundaran BI menuju kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi NTB. Secara bergantian para orator menyampaikan orasinya soal KPK Darurat Integritas.
“Komisi Pemberantasan korupsi tidak lagi menjadi lembaga yang murni independent, karna dalam tubuh lembaga KPK itu sendiri terjadi gerakan politisasi dan berkepentingan individual,” ujar Afrizal selaku Korlap II
Kemudian Afdal Muzakir Korlap I menegaskan bahwa gerakan IMM Cabang Kota Mataram lahir atas dasar respon dengan keadaan lembaga KPK. Dimana menurutnya, ketua KPK Firli Bahuri tidak bisa di percaya lagi menjadi pimpinan KPK dan harus di copot, serta di adili secara hukum karna telah banyak menghadirkan masalah dalam tubuh KPK yang merugikan Bangsa dan Negara.
Menanggapi tuntutan masa aksi, Sekwan DPRD NTB H. Mahdi, S.H.,M.H mengungkapkan bahwa semua anggota dewan sedang melakukan reses disetiap dapilnya masing-masing, kemudian menyatakan bahwa tuntutan masa aksi akan disampaikan kepada 9 Fraksi.
“Tuntutan saudara-saudara akan saya sampaikan kepada 9 fraksi yang ada untuk diteruskan ke DPR RI,” ujarnya
Setelah berlangsungnya aksi di kantor DPRD NTB, masa aksi kembali melanjutkan rute aksi menuju Hotel Golden Palace dan Universitas Mataram.
Pasalnya, menurut sumber informasi Pimpinan KPK yang diwakili oleh Lili Pintauli Siregar (Wakil Ketua KPK RI, red) akan melangsungkan kuliah umum tentang pendidikan anti Korupsi.
Adapun tuntutan aksi yang dibawa oleh IMM Kota Mataram diantaranya:
1. Copot & Adili ketua KPK Firli Bahuri karena telah melanggar kode etik Lembaga KPK.
2. Kembalikan Independensi Lembaga KPK sebagaimana Amanat Reformasi.
3. Adili Koruptor dan Tuntaskan 36 kasus korupsi yang diberhentikan tanpa alasan yang jelas oleh Ketua KPK Firli Bahuri.
4. Tolak hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) alih status pegawai KPK yang tidak profesional, proporsional dan cenderung intimidatif. (*)