Puisi

Hijrah Hati

×

Hijrah Hati

Share this article

Aku sempat menjadi sepi, tersulut api sesal yang merembang di matamu. Aku hampir menjelma sunyi, irama menjelma diorama, Shimponi melagukan melankolis tersebab nihilis penantian yang berakibat pada kenyataan yang teramat sinis.

Ya, ada saatnya mati di tangan waktu yang dingin itu dan ada kalanya terlahir kembali dari secangkir kopi dan sebatang puisi.

Jika mencintaimu adalah patah hati yang paling di sengaja. Maka tak ada sakit akut yang harus di ratap. Mencintai itu nasib tak terencana kepada hati siapa ia akan merekah.

Nasib tidak untuk di tolak, kehilangan tak melulu di rayakan dengan tangisan. Biar saja getir berkelakar mengikis habis rasa yang sempat mengakar; layu sekarat, bahkan mungkin harus mati.

Setahun semenjak pergimu; aku baik, aku pulih, aku tumbuh, aku bermetamorfosa menjadi lebih dewasa, aku tak betah tinggal terlalu lama dalam bayang fatamorgana.

Mencintaimu cukup dengan kadar seperlunya. Jangan ada yang berlebihan, sebab kita punya hati yang masing-masing harus di pertahankan.

Mari bersuka cita! Sebab, kita telah selesai menanggal rasa yang pernah megah.

Jerowaru, 06 Februari 2021

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *