LOMBOK TIMUR | FMI.COM – Keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mengundang reaksi dari berbagai kalangan.
Reaksi tidak hanya dari kalangan masyarakat biasa tapi juga dari berbagai elite negara memberikan reaksi dan catatan untuk pemerintah.
Bahkan dari berbagai organisasi kemahasiswaan, telah turun lakukanlah aksi demonstrasi menolak rencana kenaikan harga BBM dan tarif dasar listrik.
Tidak hanya melalui jalur aksi demonstrasi, organisasi kemahasiswaan juga menyampaikan sikap melalui dialog dan kanal media sosial maupun media mainstream.
Salah satunya datang dari Pimpinan Cabang (PC) ikatan mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Lombok Timur pertanyakan sikap dewan perwakilan rakyat (DPR) terkait kebijakan pemerintah yang menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) Bersubsidi yang secara jelas akan membunuh aktivitas masyarakat dari berbagai sektor.
Ketua Bidang politik dan kebijakan publik PC IMM Lombok timur Ar Yandis menilai DPR hanya berani bersepakat di depan masyarakat saja, tapi di belakang bermain mata dengan kapitalis elit dan kelompok oligarki.
“Selama ini DPR hanya sebatas bicara di depan masa saja, selepas itu tidak ada lagi tindak lanjut secara administratif yang di sampaikan ke pusat,” ujarnya
Menurutnya, kalau betul-betul sepakat jangan hanya secara verbal, tapi harus bertindak secara administratif.
“Kebijakan itu sangat mengkhianati nilai pokok Pancasila sebagai asas berbangsa dan bernegara,” tukasnya
Tentu Kebijakan seperti ini sebagai bentuk inkonstitusional pemerintah terhadap rakyatnya, sebab di sisi lain masyarakat disuap dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Di sisi lain masyarakat di bunuh dengan menaikkan harga BBM bersubsidi.
“Kesejahteraan rakyat itukan menjadi hukum tertinggi frasa itu juga dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945, sebagai bangsa itulah tujuan kita bernegara,” pungkasnya
Dengan frasa keadilan dan kesejahteraan, sebut dia, artinya kebijakan pemerintah harus merata dan tertuju dinikmati secara luas oleh masyarakat manapun dan kalangan apapun.
“Kebijakan ini hanya menguntungkan kelas sosial tertentu dan merugikan kelas buruh,tani serta masyarakat miskin kebawah,”jelasnya.
Kenaikan harga BBM bersubsidi ini, kata dia, akan memicu kenaikan harga bahan pokok lainnya.
Pasti dampaknya untuk masyarakat kecil.
Apalagi ekonomi belum pulih 100 persen setelah di landa pandemi Covid-19.
Apalagi kata yandis, pasca covid 19 gelombang pengangguran masih terbilang cukup tinggi , di tambah lagi banyak pekerja di PHK.
Stop juga itu BBM bersubsidi untuk para pejabat legislatif dan eksekutif serta ASN lain sebagainya.
“Sekali lagi kita ingatkan agar DPR betul-betul mengawal aspirasi masyarakat dari bawah, tidak hanya sekedar menemui massa aksi, tapi perjuangkan Aspirasi mereka sampai pusat,” tutupnya.***