LOMBOK TIMUR

Kasus Dugaan Penggelapan Mobil di Lombok Timur: Jejak Panjang, Aktor Terlibat, dan Pertanyaan untuk Aparat

×

Kasus Dugaan Penggelapan Mobil di Lombok Timur: Jejak Panjang, Aktor Terlibat, dan Pertanyaan untuk Aparat

Share this article

LOMBOK TIMUR | FMI – Kasus dugaan penggelapan kendaraan roda empat jenis Toyota Calya 1.2 G M/T dengan nomor polisi DR 1538 KP, milik seorang warga Lombok Timur bernama Nurhayati, kini memasuki babak baru. Setelah dilaporkan ke Polres Lombok Timur, kasus ini justru menyisakan tanda tanya besar lantaran hingga kini belum ada tindak lanjut berarti dari pihak kepolisian.

Mobil yang masih berstatus kredit di Bank BCA Mataram itu dilaporkan hilang sejak tiga bulan lalu, diduga dibawa oleh seorang warga Desa Gereneng Timur, Kecamatan Sakra Timur, berinisial Mahrim. Namun, peristiwa ini berkembang lebih jauh setelah kendaraan tersebut secara tak sengaja ditemukan oleh pemiliknya di kawasan Pesona Hanum Residence, pada Kamis (3/7/2025).

Menurut penuturan Nurhayati, ia bersama empat rekannya mencoba menelusuri keberadaan mobil tersebut. Kendaraan itu ternyata berada di kediaman seorang dokter berinisial SY, yang diketahui bertugas di RSUD dr. Soedjono Selong. Kedatangan Nurhayati sempat memicu perdebatan dengan pihak keluarga dokter serta seorang pria berinisial DA, yang belakangan diketahui sebagai debt collector.

“Mobil saya ada di rumah beliau, tapi mereka minta saya menebus dulu kalau mau mengambilnya,” ungkap Nurhayati saat dikonfirmasi.

Lebih jauh, Nurhayati menyebut DA mengaku mendapatkan mobil itu dari seorang dosen salah satu universitas swasta ternama di Lombok Timur berinisial F. Baik DA maupun F bersikukuh bahwa mobil tersebut tidak bisa dikembalikan begitu saja, melainkan harus melalui pembayaran sejumlah uang tebusan.

Intervensi Bank yang Mandek

Tak tinggal diam, Nurhayati kemudian meminta pendampingan dari pihak Bank BCA Mataram, mengingat mobil tersebut masih dalam status kredit. Petugas bank yang ikut mendatangi rumah dokter SY menegaskan bahwa kendaraan itu memang sah milik Nurhayati. Namun, meski sudah dijelaskan, dokter tetap bersikukuh menahan mobil tersebut dengan alasan harus ada pembayaran yang disebutkan DA dan F.

“Bank sudah bilang kalau itu mobil saya, tapi mereka tetap tidak mau menyerahkan. Ini jelas-jelas penggelapan,” tegas Nurhayati.

Pihak keluarga Nurhayati bahkan menduga adanya indikasi kelalaian atau keterlibatan pihak bank dalam kasus ini, lantaran hingga kini BCA tidak mengambil langkah hukum untuk melaporkan penggelapan tersebut. Padahal, sebagai pihak pemberi kredit, bank memiliki tanggung jawab hukum terhadap aset yang masih dalam ikatan pembiayaan.

Teror dan Ancaman

Persoalan tidak berhenti di situ. Setelah melaporkan kasus ini ke Polres Lombok Timur, Nurhayati justru mengaku mendapat serangkaian teror dari pihak-pihak tak dikenal. Dalam sebuah rekaman percakapan telepon yang dikantongi keluarga, seseorang yang mengaku sebagai adik dokter SY meminta Nurhayati mendatangi rumah sang dokter dan meminta maaf.

“Kalau tidak datang, ibu akan dituntut balik. Salah pilih ibu, kami aktivis, kami paham hukum. Ibu belum tahu siapa di belakang dokter,” demikian potongan ancaman yang diterima Nurhayati.

Ancaman tersebut, menurut keluarga, dilakukan secara masif dengan nada intimidatif. Nurhayati bahkan sempat mengalami tekanan psikologis karena serangan verbal tersebut.

Menunggu Respons Aparat

Hingga berita ini diturunkan, laporan Nurhayati masih tercatat di Polres Lombok Timur. Namun, keluarga korban mengaku kecewa lantaran tidak ada progres signifikan dari aparat penegak hukum. Mereka mendesak kepolisian segera menindak tegas para pihak yang diduga terlibat, baik dalam penggelapan maupun dalam aksi teror terhadap korban.

“Kami hanya ingin keadilan. Mobil itu hak ibu kami, tapi sampai sekarang masih dikuasai orang lain. Kami berharap polisi segera bertindak, jangan sampai ada kesan pembiaran,” kata salah satu anggota keluarga.

Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan banyak pihak: warga sipil, tenaga medis, akademisi, debt collector, hingga institusi perbankan. Jika aparat tidak segera bertindak, dikhawatirkan akan muncul preseden buruk bagi penegakan hukum di Lombok Timur, di mana hak kepemilikan warga bisa diabaikan oleh kekuatan-kekuatan tertentu.***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *