LOMBOK TIMUR | FMI.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) memberikan pejabat Lombok Timur materi kuliah pengendalian gratifikasi.
Materi tersebut disampaikan dalam acara sosialisasi, monitoring, evaluasi dan bimbingan teknis (Bimtek), yang berlangsung di Ballroom Kantor Bupati setempat, Rabu 8 Maret 2023.
Pimpinan Daerah menyambut baik kegiatan sosialisasi pengendalian gratifikasi tersebut, sebagai upaya pencegahan tindak pidana korupsi.
Kegiatan dihadiri pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD), Asisten Staf Ahli dan Staf Khusus, Camat, Kepala Desa, Lurah dan Tim Pengendali Gratifikasi Lombok Timur.
Mewakili Bupati, Inspektur Inspektorat Kabupaten Lombok Timur Hj. Baiq Miftahul Wasli menyampaikan, sebagai negara dengan masyarakat yang ramah, terkadang banyak yang menerima pemberian baik berupa uang atua barang yang berpotensi sebagai tindak pidana gratifikasi.
Menurutnya, kegiatan tersebut penting dilaksanakan guna membangun integritas aparatur sipil negara (ASN) dalam menyelenggarakan tugas di lingkungan Pemerintah, khususnya Lombok Timur.
Karena itu, kepada para peserta ia berharap dapat mengikuti kegiatan dengan sebaik-baiknya agar mampu memahami pemberian gratifikasi, dan potensi merusak integritas, sehingga dengan demikian tidak akan ada lagi yang bermasalah dengan hukum.
Melalui kegiatan sosialisasi gratifikasi tersebut, diharapkan akan muncul ide dan gagasan baru yang menjadi rujukan dalam menjalankan tugas, sehingga hal-hal yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi dapat dihindari.
Selain itu, Inspektur mengingatkan untuk selalu berhati-hati dan menjadi pribadi yang bersih, jujur, amanah dan berintegritas di dalam melaksanakan tugas serta mematuhi seluruh peraturan perundang-undang.
Ia juga menegaskan di tengah keterbukaan informasi tidak hanya KPK sebagai lembaga yang melakukan pengawasan terhadap aktivitas yang berkaitan dengan korupsi, melainkan masyarakat juga sudah sangat kritis dan mampu mengawasi.
Sementara itu, Direktorat Gratifikasi dan Pelayanan Publik Muhammad Indra Furqon dalam materi sosialisasinya menyampaikan gratifikasi adalah akar dari korupsi suap yang tertunda konflik kepentingan.
Dari survey partisipasi publik tahun 2019 lalu, kata dia, hanya 37 persen responden segmen masyarakat yang mengetahui istilah gratifikasi, dan hanya 13 persen responden segmen Pemerintah yang pernah lapor gratifikasi.
“Artinya masih banyak yang belum memahami jika gratifikasi tersebut adalah bagian dari korupsi,” ujarnya
Seharusnya pegawai negeri sebelum memutuskan untuk menjadi pegawai negeri, kata dia, sedari awal menyadari gajinya kecil sehingga tidak menjadikan pembenaran untuk terima gratifikasi. Karena hal tersebut merupakan unsur tindak pidana.
“Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban. Untuk itu, tidak sepantasnya Pegawai atau Pejabat Publik menerima pemberian atas pelayanan yang mereka berikan,” tukasnya.***