LOMBOK TIMUR – FMI.COM
Kasus Kredit Usaha Rakyat (KUR) bibit jagung diduga fiktif merupakan program untuk petani dari Kementerian Pertanian RI tahun 2020 lalu tampaknya dilakukan secara terstruktur dan masif. Para korban KUR fiktif ini tersebar di wilayah selatan Lombok Timur.
Mencuatnya persoalan ini, ketika sejumlah masyarakat Korban KUR bantuan bibit jagung ingin mengajukan pinjaman di BRI tapi tidak bisa diproses, lantaran keuangan mereka dinilai bermasalah dan masih memiliki tunggakan di BNI.
Dari penelusuran media ini, korban berjumlah 622 orang yang tersebar di Desa Kwang Rundun, Sekaroh, Ekas Buana, Pemongkong, dan Seriwe dengan luas lahan sebesar 1.582 Hektar (Ha). Nilai per-hektar sebesar Rp.15 juta. Sehingga dugaan sementara dari program ini negara mengalami kerugian Rp. 23.7 milyar lebih.
Modusnya, para patani jagung dijanjikan akan mendapatkan bantuan dana KUR dari BNI. Tapi nyatanya dana tersebut tidak pernah diterima oleh para petani. Bahkan organisasi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) diduga kuat ikut terlibat bermain dalam kasus ini.
KMPS Lotim Laporkan Oknum HKTI NTB dan CV ABB di Kejati NTB
Berkaitan dengan KUR bantuan bibit jagung yang diduga fiktif ini, Koalisi Pemuda Mahasiswa Selatan (KPMS) Kabupaten Lombok Timur secara resmi telah melaporkan oknum HKTI NTB dan CV ABB di Kejaksaan Tinggi NTB pada Rabu 12 Januari 2022 kemarin.
Laporan tersebut terkait dengan dugaan adanya tindak pidana korupsi bantuan dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) bibit jagung program Kementerian Pertanian RI senilai 500 M.
KPMS kawal Direskrimsus Polda NTB melakukan Penyelidikan KUR di Sektor Jerowaru
Direskrimsus Polda NTB turun gunung melakukan penyelidikan tahap pertama terkait dugaan kasus Kredit Uang Rakyat (KUR) bibit jagung di Polsek Jerowaru pada hari Senin 24 Januari 2022 kemarin. KPMS Lotim turut mengawal dan membantu Direskrimsus Polda NTB mendatangi para korban untuk melancarkan penyelidikan.
Garda terdepan Koalisi Pemuda Mahasiswa Selatan (KPMS) Lombok Timur, Basri mengatakan KUR tersebut diperuntukkan bagi petani jagung melalui pusat. Kementerian mengalokasikan anggaran sejumlah 50 Triliun.
“Penyaluran sudah dilakukan lewat HKTI NTB sejumlah 1 Triliun, tapi yang terealisasi hanya 500 Milyar. Penyaluran diterima melalui Direktorat Jendral Pertanian dan LHK dalam membantu sektor Pertanian khususnya Petani Jagung,” Jelasnya pada Senin, (24/01) Jerowaru, Lotim.
Menurut Basri, anehnya dalam KUR ini masyarakat tidak pernah terima sepeserpun namun dibebankan hutang yang nominalnya sangat fantastis, yakni 15 juta per-hektar. Masyarakat mengetahui setelah mencoba melakukan pinjaman di BNI, namun tertolak lantaran berkas data Elektronik Komputer muncul hutang rata – rata 42 juta/KTP.
“Masyarakat yang tercatat menerima KUR itu, saat mau minjam uang di Bank ternyata nam – nama mereka tidak bisa melakukan pinjaman uang di Bank. Karena statusnya sudah pernah melakukan pinjaman uang di Bank yang bersangkutan,” jelansya.
Semenjak tahun 2020 lalu, 5 Desa di Kecamatan Jerowaru Lombok Timur, Masyarakat penerima KUR ini melakukan akad kemitraan dengan pihak perusahaan, pihak Bank BNI yang berlangsung du Kantor Desa masing – masing. Saat itu, masyarakat sangat berharap dalam kemitraan mereka bisa membantu pemodalan petani jagung.
Namun dana KUR yang sudah di cairkan tersebut, kata dia, tidak sampai ke tangan masyarakat hingga hari ini. Karena itu kami lembaga KPMS melaporkan langsung kecurigaan kami kepada Polda NTB pada Selasa 12 Januari 2022 kemarin.
“Dugaan kami oknum-oknum Perusahaan, Bank BNI, HKTI NTB dan CV.ABB sebagai Off Taker KUR Tani Jagung yang bermain. Artinya KPMS, dan masyarakat tetap akan mengawal tuntas kasus ini,” ucapnya.
Kami lembaga KPMS hari ini dampingi masyarakat Korban KUR Fiktif untuk penyelidikan yang dilakukan oleh Direskrimsus Polda NTB di Sektor Jerowaru. Menurut dia kasus KUR ini menyangkut UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Sementara untuk hasil penyelidikan hari ini, kata dia pihak Direskrimsus Polda NTB belum bisa memberikan jawaban. Lantaran masih dalam penyelidikan tahap pertama.
Sementara pihak Direskrimsus Polda NTB akan memanggil sejumlah Kepala Desa sebagai unsur pendukung pada penyelidikan tahap selanjutnya. Dari hasil penyelidikan pertama Ditkrimsus Polda NTB sudah mengantongi sejumlah bukti dari masyarakat untuk didalaminya. (FMI)