Fokus Opini

Mobilisasi Penanganan Covid-19 di Mataram Lemah

×

Mobilisasi Penanganan Covid-19 di Mataram Lemah

Share this article

Mataram, FMI – Kota Mataram adalah ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan jumlah penduduk 495.681 jiwa menurut BPS NTB yang tersebar di beberapa wilayah. Kota Mataram selain sebagai pusat pemerintahan dan provinsi Nusa Tenggara Barat beserta sebagai pusat pendidikan berkualitas (centre of exellent) terhadap masyarakat Nusa Tenggara Barat. Sebagai indikator pesatnya perkembangan Kota Mataram dilihat dari semakin meningkatnya tingkat kepadatan penduduk, sekarang Mataram merupakan wilayah dengan penduduk terpadat di Provinsi NTB.

Saat ini, Kota Mataram sedang diuji keabsahannya sebagai pusat kota di wilayah Nusa Tenggara Barat dengan datangnya penyakit baru Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 dapat menyebabkan gangguan pernapasan dan radang paru. Gejala klinis yang muncul beragam seperti gejala flu biasa (batuk, pilek, nyeri tenggorokan, nyeri otot, nyeri kepala) sampai berkomplikasi berat (peneumonia atau spesis).

Tentang Covid-19, Mataram memiliki projek penangan serius yakni “Mataram Tanggap Covid-19” secara digital dapat diakses melalui corona.mataramkota.go.id. Seiring berjalanya roda pemerintahan H. Mohan Roliskana (Walikota Mataram) seriusnya Kota Mataram dalam proses penanganan Covid-19 bukan main-main, Rp 165 miliar adalah jumlah anggaran yang digelontorkan lebih besar dari anggaran dari tahun lalu berjumlah sekitar Rp 140 miliar. Anggaran Rp 165 miliar di refocusing berdasarkan penggunaanya yang telah di tentukan sebanyak 20 % digunakan untuk perlindungan sosial, 15 % untuk pemulihan ekonomi, dan 65 % untuk penanganan Covid-19.

Setelah digelar pelantikan Wali Kota Mataram dan Wakil Wali Kota Mataram hari Jumat (26/2/2021) H. Mohan Roliskana-TGH. Mujiburrahman (Harum), total anggaran yang digelontorkan atau habis sekitar + Rp 190 miliar untuk penanganan Covid-19. Rp 190 miliar merupakan angka yang tergolong pantastis dan sejauh ini belum ada bukti nyata karena sejauh ini angka korban positif Covid-19 terus bertambah secara kumulatif. Data pantauan MATARAM TANGGAP COVID-19 menunjukan Kontak Erat 20.775, Kasus Suspek 2. 949, Kasus Positif 4. 119, dinyatakan sembuh 3.742, dan korban meninggal dunia sejumlah 167. Angka tersebut bisa saja bertambah atau menurun tergantung bagaimana tindakan pemerintah Kota Mataram dalam melakukan tindakan terhadap penanganan virus tersebut.

Dana Rp 190 miliar yang sudah terpakai tidak berarti apa-apa bila dibandingkan dengan jumlah korban yang terpapar Covid-19. Peraturan Wali Kota Mataram Nomor 34 Tahun 2020 Tentang Penerapan Disiplin Dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pengendalian Covid-19 dirasa kurang maksimal dikarenakan ketentuan-ketentuan dalam aturan tersebut dalam praktek tidak sesuai dengan bunyi pasal.

Keputusan Wali Kota Mataram menetapkan atau membentuk Tim Pelaksana Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Covid-19 dari unsur Pemerintah Daerah, Gugus Tugas Daerah, TNI/POLRI dirasa kurang tanggap dalam melakukan pengamanan, penanganan yang dilakukan, tidak secara konsisten, efektif, efisien dan berkesinambungan, hal ini dapat dilihat masih kurangnya kesadaran dan kepatuhan masyarakat untuk melaksanakan protokol kesehatan dalam melaksnakan aktivitas sehari-hari.

Selain tidak tersosialisasi Peraturan Wali Kota Mataram, di lain sisi penerapan sanksi bagi setiap orang, pelaku usaha, pengelola, penyelenggara atau penggung jawab tempat dan fasilitas umum sejauh ini belum ada penerapan seperti denda administratif, kerja sosial menggunakan atribut khusus, pengehntian sementara operasional usaha dan penghentian tetap operasional usaha.

Ternyata yang diperlihatkan di lapangan segerombolan mobil plat merah bertuliskan “Satgas Covid-19” berkeliaran dijalan tanpa melakukan operasi penerapan disiplin dan penegakan hukum protokol Covid-19. Bahkan Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai subyek pengaturan tidak memberikan contoh melakukan jarak fisik (physical distance) ketika jam istirahat berlangsung disaat mereka bersantai ditempat umum. Pedagang kaki lima di tindak, tapi mall-mal tetap saja dibuka. Dan yang memang sangat menyedihkan di dalam memahami proses penanganan Covid-19 adalah selalu dikaitkan dengan berapa besar uang yang dimobilisasi, berapa besar Pendapatan Asli Daerah (PAD) guna membiayai setiap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah.

Sejauh ini pemerintah Kota Mataram masih kurang implementasi kebijakan penegakan Covid-19, masyarakat telah menyampaikan keluhan atas kecendrungan yang negatif baik secara langsung ataupun melalui media masa. Dalam sebuah demokrasi pemerintah harus mempertanggungjawabkan apa saja yang dilakukannya dalam kurun waktu tertentu, jika pemerintah tidak abai terhadap keluhan masyarakat bukan tidak mungkin pemerintahan tersebut bisa dinafikan keberadaanya dalam akuntabilitas demokrasi. Seorang kepala eksekutif harus mampu membaca aspirasi yang berkembang, kemudian meresponnya dan menjadikannya agenda pemerintahannya yang diusulkan dalam berbagai bentuk kebijaksanaan dan program.

Gejala Covid-19 adalah batuk dan nyeri tenggorokan, demam suhu tinggi, dan sesak nafas. Jika mengalami gejala tersebut, pemerintah Kota Mataram menghimbau untuk menghubungi call center 112. Jika pemerintah menyarankan hindari Covid-19 dengan physical distancing seperti jangan mengadakan pertemuan melibatkan banyak orang, hati-hati menyentuh benda fasilitas umum, hindari bepergian keluar rumah saat jam sibuk, hindari area berkumpul, tidak berjabat tangan, berpelukan, jaga jarak dengan orang lebih satu meter, tidak bertamu ke rumah orang lain, dan lakukan aktifitas secara online dirumah. Dari sekian banyak larangan tersebut, pemerintah khususnya Kota Mataram juga harus mampu memberikan solusi kepada masyarakat terkait problematika yang dihadapi.

Lembaga riset dari United Nations University-WIDER memperkirakan bahwa Covid-19 dapat mengakibatkan angka kemiskinan global hingga mencapai 500 juta orang di seluruh penjuru dunia atau sekitar 8% dari total populasi umat manusia, ini adalah pertama kalinya angka kemiskinan global meningkat pesat dalam kurun waktu 30 tahun terakhir.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mencatat bahwa wabah Covid-19 dapat mengakibatkan hingga 3.78 juta orang jatuh ke dalam kemiskinan dan 5,2 juta orang kehilangan pekerjaan. Dalam skenario yang lebih optimis, Sri Mulyani memperkirakan terdapat 1,1 juta orang yang jatuh dalam kemiskinan sementara 2.9 juta orang kehilangan pekerjaan.

Di sisi lain, pemerintah pun terkesan kalang kabut dalam mempersiapkan program pengaman sosial (social net) yang memadai untuk warga dengan ekonomi rawan. Jika situasi ini terus berlangsung, kemungkinan rasa frustrasi dari masyarakat akan terakumulasi menjadi kekecewaan (grievance) yang dapat meledak menjadi konflik sosial.

Selain itu, Jarak sosial dan fisik yang melebar ini dipercaya akan menjadi sesuatu yang normal. Kondisi manusia ketika wabah Covid-19 ini selesai akan semakin menegaskan fungsi teknologi dalam menjadi perantara interaksi manusia. Interaksi manusia secara langsung selanjutnya akan digantikan oleh interaksi tidak langsung. Hal ini berpadu dengan hadirnya tantangan-tantangan peradaban yang baru, mulai dari ancaman pengawasan pemerintah via teknologi, meningkatnya kontrol pemerintah atas privasi publik, hingga fenomena hilangnya solidaritas global dalam menghadapi ancaman darurat.

Jika memang demikian, pemerintah khususnya Kota Mataram harus mampu menemukan solusi dari masalah atau musibah yang ditimbulkan. Pemerintah Kota Mataram harus mempromosikan sejumlah aktifitas tertentu dalam masyarakat, tidak memberatkan masyarakat, dan menguntungkan bagi masyarakat yang memang mengharuskan adanya dukungan dari pemerintah.

Penulis : Muhammad Satria (Sekretaris Umum HMI Cabang Mataram)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *