Oleh : Afiqotul ahlam
Artikel, FMI.com. Indonesia merupakan salah satu Negara yang terpapar virus corona atau covid-19 semenjak bulan maret 2020. Adanya virus tersebut membuat pemerintah Indonesia harus mengambil kebijakan dengan menerapkan beberapa peraturan dalam mengatasi covid-19 yang telah ditetapkan oleh WHO (World Health Organization) sebagai pandemi pada tanggal 11 maret 2020 karena penyebarannya yang sangat mudah dan cepat, sehingga kasus mengenai covid-19 semakin meningkat dan juga memakan korban setiap harinya.
Melalui permasalahan tersebut, pemerintah Indonesia menerapkan beberapa peraturan seperti himbauan untuk physical distancing dan diperkuat dengan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang merupakan peraturan menteri kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 serta peraturan terbaru yakni menerapkan kebijakan new normal, yaitu diperbolehkannya melakukan berbagai aktivitas seperti biasa dengan menerapkan protokol kesehatan seperti memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak dll.
Selain memberikan dampak secara positif sebagai upaya pencegahan penuluran yang semakin meluas, berbagai kebijkan pemerintah tentu memberikan dampak negatif bagi masyarakat, salah satunya dampak negatif dalam bidang ekonomi. Himbauan pemerintah untuk physical distancing yang diperkuat dengan peraturan PSBB, tentu mengharuskan tempat-tempat ramai yang berpotensi menjadi klaster penyebaran harus ditutup seperti mall, instansi pendidikan, pabrik, pasar, dll yang membuat angka PHK (Pemutusan hubungan kerja) meningkat, penurunan pendapatan ataupun pengangguran dalam jumlah yang besar sampai pada akhirnya pemerintah menerapkan kebijakan untuk melakukan new normal sebagai upaya mengatasi covid-19 dalam aspek ekonomi. Namun, meskupun sudah diterapkan kebijakan untuk new normal pada nyatanya angka pengangguran masih tetap tinggi.
Dilansir dari pasardana.id, mengatakan jika angka pengangguran sampai akhir tahun di Indonesia diprediksi mencapai 11 juta orang jiwa, hal ini dikarenakan meskipun dalam suasan new normal, namun pada nyatanya jumlah kasus covid-19 terus meningkat dan belum bisa diprediksi akan berakhir kapan. sehingga, perekonomianpun belum stabil karena ada kemungkinan akan ada kebijakan-kebijakan baru mengingat kasus covid-19 yang terus meningkat.
Banyaknya jumlah pengangguran karena kehilangan pekerjaan dimasa pandemi, tentu membuat banyak masyarakat resah. Pasalnya, banyak kebutuhan yang harus dipenuhi namun tidak ada pemasukan karena pengangguran dan sulitnya mencari pekerjaan baru. Sebagai upaya mengatasi permasalahan tersebut, tentu dibutuhkannya sebuah inovasi untuk menciptakan lapangan pekerjaan ditengah pandemi, salah satunya dengan cara mengoptimalisasikan hasil pertanian di desa. Saat pandemi ini, banyak hasil pertanian di desa yang mengalami penurunan penjualan, sehingga banyak warga desa yang merasa rugi.
Namun, jika tidak bekerja sebagai petani maka kesulitan akan semakin bertambah karena tidak memiliki penghasilan sama sekali dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu,masyarakat desa terpaksa harus tetap bertani karena saat pandemi ini banyak warga yang dipulangkan karena di PHK ataupun banyak perusahaan seperti pabrik yang mengalami pengurangan karyawan.
Sebagai solusi mengatasi penganggurang yang dialami banyak masyakarat, salah satunya yang ada di desa, diperlukan berbagai inovasi yang harus diterapkan dalam bidang ekonomi, yakni salah satunya pengoptimalisasian hasil pertanian masyarakat yang ada di desa. Pengoptimalisasian ini, bisa dilakukan sebagai upaya menciptakan lowongan pekerjaan ataupun perbaikan penghasilan selama masa pandemi, dimana banyak masyarakat desa yang tidak bisa bekerja dan tidak memiliki penghasilan. Sehingga, dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah dan hasil pertanian yang bisa dibilang tidak cukup karena harga jual yang menurun dimasa pandemi.
Pengoptimalisasian yang bisa dilakukan masyarakat di desa yakni dengan mengolah hasil pertanian menjadi berbagai produk sebelum dijual. Sehingga, hasil pertanian bisa memiliki nilai jual yang lebih banyak ataupun dengan cara pengolahan produk ini dapat membuka lowongan pekerjaan karena membutuhkan banyak tenaga jika produk yang dioleh banyak diminati oleh pasar dan mengharuskan memproduksi dalam jumlah yang banyak.
Adapun contoh pengolahan yang bisa dilakukan yakni mengolah pisang yang memiliki nilai jual rendah menjadi produk makanan seperti kue, kripik, selai, ataupun produk lain yang membuat pisang banyak diminati dan memiliki nilai jual tinggi. Selain pisang, hasil pertanian lain seperti umbi-umbian, jagung, kacang-kacangan ataupun buah-buahan bahkan sayur-sayuran yang biasa dijual murah dapat diolah terlebih dahulu. Sehingga, dengan cara ini diharapkan mampu menjadi solusi perbaikan ekonomi masyarakat di desa yang mengalami permasalahan ekonomi karena pengangguran dimasa pandemi.
Selain itu, pengoptimalisasian hasil pertanian dapat dijadikan solusi sebagai usaha yang menetap. Karena, seperti yang kita tahu jika pandemi belum bisa diprediksi akan berakhir dalam waktu yang ditentukan, untuk itu perekonomian juga belum bisa stabil dan tentunya pemenuhan kebutuhan akan terus berlangsung. Jika tidak ada solusi tersendiri, maka hal ini akan menjadi masalah bagi masyarakat desa yang kesulitan mencari pekerjaan dimasa pandemi. (FMI)