Fokus Opini

Pentingnya IPAL Tambak Udang untuk Mencegah Kerusakan Lingkungan

×

Pentingnya IPAL Tambak Udang untuk Mencegah Kerusakan Lingkungan

Share this article

LOMBOK TIMUR | FMI.COM – Budidaya udang vaname di Indonesia saat ini merupakan andalan sektor perikanan budidaya dan menjadi prioritas pengembangan akuakultur di Indonesia untuk meningkatkan perekonomian nasional. Dalam periode 2012 -2018 kontribusi nilai ekspor udang terhadap nilai ekspor perikanan Indonesia rata-rata mencapai 36,27 % (BPS, 2019).

Artinya komoditas udang memiliki peranan yang sangat signifikan terhadap kinerja ekspor komoditas perikanan Indonesia. Pada tahun 2018 tercatat volume ekspor udang sebesar 197,43 ribu ton dengan nilai USD 1.742,12 juta (DJPB, 2019). Pada periode tahun 2019 capaian produksi udang 517.397 ton dan ditargetkan mengalami kenaikan sebesar 250 % pada tahun 2024 menjadi sebesar 1.290.000 ton dengan nilai produksi dari 36,22 Trilyun pada 2019 menjadi sebesar 90.30 Trilyun pada 2024 (KKP, 2020).

Saat ini jumlah petambak yang bekerja pada sektor budidaya air payau mencapai 389 ribu orang (KKP, 2019). Jumlah petambak atau sumber daya manusia yang dibutuhkan bekerja pada sektor ini akan terus meningkat dengan program peningkatan produksi perikanan hingga tahun 2024 terutama produksi udang yang akan menargetkan penambahan luas lahan 100.000 hektar (KKP, 2020).

Budidaya udang vaname di Indonesia sudah berkembang pesat disentra produksi perikanan seluruh wilayah Indonesia dan akan dikembangkan di beberapa wilayah baru terutama di wilayah Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Maluku dan Maluku Utara.

Saat ini produktivitas budidaya udang vaname berkisar antara 10 – 50 ton/hektar/siklus tergantung model budidaya yang dikembangkan mengikuti kemajuan teknologi dari sistem semi intensif hingga super intensif (KKP, 2020)

Sementara menurut data Food Agriculture Organization (FAO) sekitar 52 persen konsumsi produk perikanan di dunia berasal dari sektor budidaya. Dengan merujuk data tersebut, maka potensi bisnis di sektor budidaya perikanan termasuk budidaya udang kian menjanjikan. Untuk itu, usaha-usaha tambak udang semakin menjadi primadona sejak 2018 hingga 2021.

Sejalan dengan itu, pengusaha budidaya udang terutama jenis vaname di seluruh Indonesia harus memperhatikan izin. Baik itu surat izin usaha perikanan (SIUP), Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan setiap tambak udang harus memiliki instalasi pengolah limbah (IPAL). Izin ini sangat penting dimiliki oleh perusahaan atau perorangan yang melakukan Budidaya Udang vaname, terutama yang ada di kecamatan Jerowaru, wilayah selatan Lombok Timur, NTB.

Salah satu yang harus di miliki perushaan atau perorangan ini adalah Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang sesuai dalam Lampiran 1 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

Selain itu juga, penataan kawasan budidaya menjadi penting, salah satunya setiap tambak udang harus memiliki instalasi pengolahan limbah (IPAL) yang akan mencegah penularan penyakit.

Di lansir dari cvpradiptaparamita.com ramah lingkungan menjadi latar belakang adanya anjuran pembangunan IPAL di setiap tambak udang yang ada. Selain itu, masa depan berkelanjutan dari tambak itu pun menjadi alasan adanya IPAL baik untuk tambak yang sedang beroperasi maupun yang sedang persiapan.

Ternyata air limbah dari tambak udang vaname banyak mengandung virus dan mikroorganisme patogen. Asalnya tidak lain dari feses udang dan sisa-sisa pakan yang tidak terkonsumsi oleh udang. Jika saja kita membiarkan limbah tersebut terbuang di sungai, laut atau lahan pertanian lainnya, maka sudah tentu akan merugikan lingkungan secara jangka panjang.

Lagipula, jika lingkungan dan ekosistem di sekitar tambak udang sudah rusak, maka untuk siklus-siklus berikutnya akan sulit terhindar dari berbagai penyakit.

Karena itu, fungsi dari IPAL adalah memproses limbah tersebut secara tiga tahap, yakni fisik, biologi dan kimia. Pada tahap fisik, berfungsi untuk mengurangi padatan tersuspensi pada limbah. Lalu tahap biologis untuk mengurai limbah organik pada air. Yang terakhir adalah proses kimia untuk membunuh mikroorganisme yang berpotensi membawa penyakit bagi udang.

Adapun dasar hukum instalasi pengolah limbah ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, serta Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah.

Penulis : Riadi Satya Ahmad

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *