LOMBOK TIMUR | FMI – Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur hearing dengan pihak Puskesmas Sukaraja, buntut dari meninggalnya seorang bayi lantaran tak mendapatkan pelayanan medis dari puskesmas tersebut.
Koordinator hearing, Syabanul Amin menegaskan bahwa pihaknya mengambil langkah hearing lantaran sudah geram dengan pelayan Puskesmas Sukaraja yang banyak dikeluhkan masyrakat.
“Bukan saja persoalan kematian Bayi Ahmad, melainkan karena banyak keluhan warga terkait pelayanan puskesmas ini,” kata Amenk sapaan akrabnya, Selasa 9 September 2025
Karena itu, kata dia, pihaknya meminta dengan hormat kepada kepala puskesmas (Kapus) Sukaraja untuk mengundurkan diri dari jabatan selaku kepala puskesmas.
“Kami minta dengan hormat Kapus mundur dari jabatannya,” tegasnya
Selain itu, PPDI Kecamatan Jerowaru juga menuntut kepada tenaga kesehatan yang terbukti lalai atau melanggar Standart Operating Procedure (SOP) diberikan sanksi tegas sesuai aturan yang berlaku.
“Kami minta petugas kesehatan atau perwat yang melanggar SOP diberikan sanksi tegas,” jelas Amenk.
Amenk juga menuntut agar pelayanan kesehatan menyeluruh secara adil, humanis, serta mengutamakan rasa kemanusiaan.
“Jika tuntutan kami tidak di penuhi dalam waktu 2X24 Jam, maka kami akan mengambil langkah gerakan yang lebih besar,” tegas Amenk.
Bahkan PPDI Kecamatan Jerowaru tak segan-segan mengancam melaporakan Puskesmas Sukaraja apabila tuntutan mereka tidak diindahkan.
“Kami menduga ada unsur tindakan Malpraktik, karena itu, kita akan laporkan pidana soal kematian bayi, bahkan kami akan bersurat ke Ombusmen NTB,” ancamnya.
Sebelumnya, Kapus Sukaraja, Muksan Efendi membantah tudingan bahwa pihaknya tidak memberikan pelayanan terhadap bayi Ahmad Al Farizi Arham Putra.
Ia menegaskan bayi Ahmad tidak meninggal di puskesmas. Melainkan di Rumah Sakit Patuh Karya Keruak.
Menurut Muksan, bayi tersebut datang sekitar pukul 21.00 Wita dengan keluhan muntah dan diare.
Setelah petugas piket memeriksa korban, kata dia, petugas menyarankan keluarga agar membawanya ke RS Patuh Karya. Karena kondisi pasien berusia 3 bulan berisiko tinggi gagal dipasangi infus.
“Petugas khawatir karena usia masih tiga bulan. Makanya diarahkan ke rumah sakit agar bisa mendapat cairan dan penanganan maksimal,” jelas Muksan.
Namun, sambungnya, pihak keluarga tetap meminta obat sirup. Karena bukan sirup yang pasien tersebut butuhkan, petugas menyatakan tidak tersedia obat jenis tersebut di UGD.
Setelah itu, keluarga memilih mencari sirup di apotek H. Amir dan tidak langsung membawa bayi ke rumah sakit. Melainkan membawanya pulang terlebih dahulu.
“Jadi, kronologisnya di puskesmas jelas, pasien sudah disarankan ke rumah sakit. Hanya saja keluarga tidak langsung membawa ke RS Patuh Karya, tapi pulang dengan membawa sirup. Itu yang perlu diluruskan,” tegas Muksan.***