LOMBOK TIMUR|FMI.COM – Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Nusa Tenggara Barat (NTB) meminta Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) mencabut Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT), karena pemberian hak JHT sebelumnya diatur dalam Permenaker Nomor 19 Tahun 2015.
Hal tersebut dinyatakan oleh ketua SBMI NTB Usman melalui pres rilisnya. Menurut dia sebelumnya manfaat JHT dapat dicairkan untuk buruh tanpa ada batasan umur, langsung secara tunai dan sekaligus oleh BPJS Ketenagakerjaan setelah melewati masa tunggu satu bulan terhitung sejak tanggal pengunduran diri atau PHK.
Sementara saat ini kata Usman aturan baru tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua. komposisi iuran JHT BPJamsostek dibayarkan oleh buruh melalui pemotongan gaji sebesar 2 persen setiap bulannya dan 3,7 persen dari upah perbulan yang dibayarkan oleh pemberi kerja atau perusahaan.
Hal itu ia memandang bahwa pembayaran jaminan hari tua bagi buruh yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) baru bisa diambil apabila buruh di PHK pada usia 56 tahun. Sehingga, menurutnya tidak boleh menahan JHT buruh sebagai hak peserta BPJS Ketenagakerjaan.
“Buruh yang ter-PHK umur 30 tahun, harus menunggu 26 tahun untuk mencairkan JHT-nya. Padahal buruh tersebut sudah tidak lagi memiliki pendapatan, peraturan baru ini sangat tidak sesuai bagi buruh dan keluarganya. Kenapa harus ditahan dan menunggu sampai usia 56 tahun? Di tengah sulitnya mendapatkan pekerjaan baru, seharusnya dana JHT bisa dipergunakan untuk modal usaha,” pungkasnya.
Sebab itu tegasnya, pihaknya mendesak Menaker untuk membatalkan Permenaker Nomor 2 tahun 2022, dan kembali pada Permenaker Nomor 19 tahun 2015, karena JHT dapat dicairkan oleh buruh tanpa ada batasan usia, langsung secara tunai dan sekaligus oleh BPJS Ketenagakerjaan setelah melewati masa tunggu satu bulan terhitung sejak tanggal pengunduran diri atau PHK. (FMI)