LOMBOK TIMUR | FMI – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Lombok Timur, diminta buka suara terkait dengan meningkatnya tarif pajak bumi bangunan, pedesaan dan perkotaan (PBB-P2).
Dari informasi yang dihimpun, penyebab naiknya tarif pajak PBB di Lombok Timur dikarenakan adanya penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Kenaikan tersebut berdasarkan Perbup nomor 31 tahun 2023 tentang NJOP. Perda baru nomor 6 tahun 2023 tentang pajak daerah dan adanya Perbup Nomor 9 tahun 2024 tentang PBB.
“Kita minta DPRD buka suara, jika memang meraka pro terhadap rakyat maka harus bersuara,” kata salah satu Kepala Wilayah (Kawil) di Jerowaru, Rabu 20 Agustus 2025.
Ia menegaskan, DPRD jangan tutup telinga ditengah kondisi yang dihadapi rakyat Lombok Timur. Termasuk persoalan tarif PBB-P2 yang mencekik.
“Padahal DPRD dapat menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat dalam mengawal Peraturan Bupati (Perbup) dan memastikan bahwa kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah sesuai dengan kepentingan rakyat. Jika peraturan itu mencekik rakyat bisa dia minta evaluasi,” tegasnya.
Sosok mantan ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang selong yang saat ini menjabat sebagai Kawil itu mengatakan, DPRD harus mengkaji kembali Perbup nomor 31 tahun 2023 tentang Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Menurutnya, Perbup tersebut harus direvisi, agar tarif PBB-P2 dapat dijangkau oleh rakyat.
“Jika Perbub tentang NJOP ini tidak direvisi, maka PBB-P2 tidak akan pernah bisa turun. Dalam persoalan ini, DPRD harus bersuara demi kepentingan rakyat,” imbuhnya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengeluarkan surat edaran Nomor 900.1.13.1/452B/SJ tentang penyesuaian penetapan kebijakan pajak daerah dan retribusi daerah.
Edaran tersebut diteken Mendagri Tito Karnavian tertanggal 14 Agustus 2025 yang ditujukan kepada seluruh gubernur, bupati dan wali kota.
Edaran ini dikeluarkan dalam rangka menjaga stabilitas penyelenggaran pemerintahan, perekonomian masyarakat, dan untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional, serta mendukung pembangunan daerah terkait kebijakan pengenaan pajak daerah dan retribusi daerah.***