MATARAM | FMI – Pihak Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) NTB, memberikan penjelasan soal kasus seorang ibu asal Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) yang membawa pulang mayat bayinya yang baru di lahirkan di RSUP dengan menggunakan taksi online lantaran tidak mampu membayar mobil ambulans rumah sakit.
Melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi, dijelaskan bahwa pada hari Jumat, 4 April 2025 pukul 19.30 wita Pasien atas nama Yuliana dari Kabupaten Sumbawa Barat datang sendiri ke RSUD Provinsi NTB dengan keluhan tidak merasakan gerakan janin sejak tanggal 1 April 2025. Sementara usia kehamilan 24 minggu 5 hari.
“Setelah dilakukan pemeriksaan di Ruang Bersalin (VK PONEK IGD) hasil pemeriksaannya memang janin tersebut kondisinya KJDR (Kematian Janin Dalam Rahim) dan dari Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) merencanakan untuk dilakukan terminasi atau pengakhiran kehamilan dengan mengeluarkan janin,” kata Direktur RSUP NTB, dr. H. Lalu Herman Mahaputra dalam keterangan tertulisnya.
Kemudian pada, Minggu 6 April 2025 pukul 06.50 wita janin lahir spontan dengan berat badan lahir 650 gram dengan tanda khas Kematian Janin dalam Rahim (KJDR). Pukul 10.37 wita jenazah janin tersebut dibawa oleh Instalasi Forensik untuk dipulasarkan dan persiapan pemulangan jenazah.
Namun, karena pembiayaan pemulangan jenazah yang meninggal di RSUP NTB memang sepenuhnya tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan, pihak keluarga memutuskan membawa sendiri jenazah pulang ke Sumbawa Barat menggunakan taksi online.
Padahal, kata dia, petugas forensik telah berupaya berkoordinasi untuk memulangkan jenazah dengan Manajer Pelayanan Pasien (MPP) RSUD Provinsi NTB untuk berupaya mencarikan Solusi atas peristiwa tersebut.
Lebih lanjut ia menjelaskan, sebenarnya bantuan sosial dari rumah sakit telah disiapkan melalui koordinasi antara Instalasi Forensik dan Manajer Pelayanan Pasien (MPP). Bantuan ini berasal dari dana sosial rumah sakit yang rutin digunakan untuk membantu pasien kurang mampu, termasuk biaya pemulangan jenazah.
“Dalam dua bulan terakhir, kami telah memfasilitasi pemulangan lima jenazah ke berbagai daerah, termasuk Bima dan Dompu. Kami juga memiliki mekanisme bantuan sosial, tapi keluarga sudah keburu pulang karena khawatir jenazah menimbulkan bau tak sedap,” ujar dr. Jack sapaan akrabnya.
Pihak rumah sakit menyayangkan kurangnya komunikasi yang terjadi, sehingga bantuan yang sebenarnya bisa diberikan tidak tersampaikan tepat waktu.
“Kami tetap berkomitmen memberikan pelayanan terbaik dan terus menjajaki kerja sama dengan pemda kabupaten/kota se-NTB terkait bantuan pemulangan jenazah,” tambahnya.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyentuh aspek kemanusiaan dalam pelayanan rumah sakit. Banyak pihak berharap adanya regulasi yang lebih jelas dan anggaran khusus untuk pemulangan jenazah pasien tidak mampu agar tidak lagi terjadi peristiwa serupa.***