SURAKARTA | FMI — Group Riset Hukum Administrasi dan Energi Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS), bekerja sama dengan Dinas Ketenagakerjaan dan Dewan Pengupahan Kota Surakarta, menyelenggarakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dan sosialisasi bertajuk “Hak Pekerja dalam Kebijakan Ketenagakerjaan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023”. Acara ini berlangsung di Kantor Dinas Ketenagakerjaan Kota Surakarta dan dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, seperti perwakilan pemerintah, asosiasi pengusaha, serikat pekerja, akademisi, serta lembaga jaminan sosial ketenagakerjaan.
Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 168/PUU-XXI/2023, yang membawa dampak signifikan terhadap kebijakan pengupahan nasional, terutama dalam hal kewenangan pemerintah daerah dalam menetapkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK). Putusan tersebut menyatakan bahwa beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Salah satu poin krusial dari putusan ini adalah penekanan pentingnya desentralisasi kewenangan dalam penetapan upah minimum yang sebelumnya dianggap terlalu tersentralisasi di tingkat provinsi maupun pusat.
Ketua Group Riset Hukum Administrasi dan Energi, Prof. Dr. I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, dalam sambutannya menekankan bahwa putusan MK ini merupakan momentum penting untuk memperkuat peran pemerintah daerah, khususnya bupati dan wali kota, dalam menentukan kebijakan pengupahan yang lebih kontekstual dan adil secara sosial. “Putusan ini merupakan bentuk koreksi terhadap arah regulasi dalam UU Cipta Kerja yang sebelumnya dinilai mengurangi kepastian dan perlindungan bagi pekerja,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Ketenagakerjaan sekaligus Ketua Dewan Pengupahan Kota Surakarta, Widyastuti Pratiwiningsih, S.IP., M.M., menjelaskan bahwa terdapat dua implikasi yuridis utama dari putusan MK tersebut. Pertama, gubernur tetap memiliki kewajiban menetapkan upah minimum sektoral provinsi jika terdapat sektor unggulan. Kedua, bupati/wali kota diberikan kewenangan opsional untuk menetapkan UMSK apabila ada kesepakatan antara pengusaha dan serikat pekerja melalui forum Dewan Pengupahan Daerah. “Putusan ini membuka ruang demokratisasi dalam penetapan kebijakan upah serta mendorong pengakuan terhadap keunikan sektor industri lokal,” jelasnya.
Sebagai narasumber utama, Dr. Abdul Kadir Jaelani, S.H., M.H., dosen Hukum Ketenagakerjaan FH UNS sekaligus anggota Dewan Pengupahan Kota Surakarta, menegaskan bahwa pasca putusan MK, peran Dewan Pengupahan menjadi semakin strategis. Ia menyebut bahwa forum tripartit ini—yang terdiri dari unsur pemerintah, pengusaha, buruh, dan akademisi—memiliki legitimasi kuat untuk mengusulkan sektor-sektor unggulan yang layak mendapatkan UMSK. “Kami bertugas menyusun rekomendasi berbasis data dan kondisi sektoral riil yang akan menjadi rujukan kepala daerah,” ungkapnya.
Hal senada disampaikan oleh Dr. Achmad Choerudin, S.T., S.E., M.M., dosen Universitas Tunas Pembangunan dan anggota Dewan Pengupahan Kota Surakarta. Ia menekankan bahwa Dewan Pengupahan bukan hanya instrumen administratif, tetapi merupakan aktor kunci dalam mewujudkan pengupahan yang partisipatif, transparan, dan berkeadilan. Menurutnya, keberhasilan penetapan UMSK di masa depan sangat bergantung pada kualitas kerja Dewan Pengupahan serta responsifnya pemerintah daerah dalam menindaklanjuti rekomendasi. “Putusan MK ini menjadi landasan penting dalam mereformasi sistem pengupahan daerah agar lebih inklusif dan adil,” tandasnya.
Acara ini turut dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, seperti Sri Saptono Basuki dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kota Surakarta, perwakilan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Kota Surakarta, unsur Serikat Pekerja/Buruh, BPJS Ketenagakerjaan, serta jajaran Pemerintah Kota Surakarta. Tim akademisi dari Group Riset Hukum Administrasi dan Energi FH UNS juga turut berpartisipasi aktif dalam diskusi dan advokasi kebijakan ketenagakerjaan berbasis riset.
Melalui kegiatan ini, diharapkan tercipta kolaborasi yang berkelanjutan antara akademisi, pemerintah daerah, dan pelaku industri dalam memperkuat pelaksanaan desentralisasi pengupahan yang adil dan berorientasi pada perlindungan hak-hak pekerja, dengan tetap memperhatikan karakteristik sektoral dan kearifan lokal.***
Sosialisasi Hak Pekerja Pasca Putusan MK 168/PUU-XXI/2023 Digelar FH UNS Bersama Disnaker Surakarta
